Cara Berfikir Faizal Assegaf Terkait Pembubaran Partai Bertentangan dengan Demokrasi Pancasila

Oleh: Ubedilah Badrun

Pernyataan Faizal Assegaf dalam suatu pertemuan aktivis 98 di Jakarta pada 29 Mei lalu yang menyatakan bubarkan PKS, itu pernyataan yang dibangun dengan cara berfikir yang keliru. Pernyataan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila.

Sebagaimana diketahui publik melalui media online di forum pertemuan kelompok aktivis 98 Faizal Asegaf mengatakan bahwa “Gerakan 98 harus selamatkan peradaban reformasi. Ancaman yang paling nyata itu radikalisme, oknumnya siapa? PKS. Dan kita ini kumpul bersama karena kita punya musuh bersama. Semua sudah sepakat bubarkan PKS,”

Pernyataan tersebut berbahaya karena tiga hal:

Pertama, Faizal Assegaf berbicara tidak berbasis data yang valid, sehingga tidak lebih mirip sebagai provokasi. Ia melakukan logika jumping dan logika berserakan tidak utuh. Jumping atau lompat karena tiba-tiba membuat kesimpulan.

Tiba tiba menyimpulkan PKS oknum radikalisme. Berserakan karena data nya yang digunakan hanya pidato atau puisi mantan presiden PKS Anis Matta. Itupun belum tentu benar dan bisa salah tafsir.

Kedua, Faizal Asegaf berbicara di forum pertemuan 98 tetapi tidak mewakili aktivis 98, lebih sebagai klaim. Sebab masih ada jutaan aktivis 98 lainya yang pada tahun 1998 turun dijalanan melakukan demonstrasi melawan rezim orde baru.

Ketiga, pernyataan tersebut bertentangan dengan spirit menyatukan elemen bangsa yang merupakan nilai penting dalam demokrasi Pancasila.

Lebih dari itu pernyataan Faizal Assegaf tersebut mirip pernyataan era 1960an bubarkan Masyumi, bubarkan PSI, bubarkan Murba. Ini tentu akan kembali membuka luka lama.

Bukankah Ideal politik Indonesia itu mewakili paham kebangsaan dan paham keagamaan. Bahwa keduanya (nasionalis kanan dan islamis kanan) harus didudukan bersama, ditarik dlm titik equilibrium. Ini juga berlaku bagi nasionalis kiri dan islamis kiri, harus ditarik dalam titik equilibrium. Sebab demokrasi Pancasila itu moderasi dari berbagai aliran politik.

Praktik Demokrasi Pancasila mundur jika saling menegasikan kekuatan kekuatan politik di Indonesia yang berakar panjang di republik ini.

Sebab, geneologi pemikiran partai politik saat ini tidak lepas dari partai politik era perjuangan di republik ini, dari partai syarikat Islam, partai nasionalis Indonesia, partai sosialis Indonesia, partai masyumi, partai NU, partai Murba, dan lain-lain. Mereka memiliki sejarah panjang dan memiliki kontribusi besar bagi kemerdekaan republik ini.

*Penulis adalah  Analis Sosial Politik UNJ