Berita  

Dinilai Rugikan Pekerja, Erick Thohir dan Direksi Pertamina Digugat FSPPB

Serikat Pekerja Gugat Erick Thohir Pertamina

Ngelmu.co – Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), menggugat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Direksi PT Pertamina (Persero), karena dinilai telah mengeluarkan keputusan sepihak yang merugikan pekerja.

Selain itu, mereka juga menyoroti peralihan aset dan keuangan negara yang dikelola perusahaan minyak dan gas milik negara tersebut.

Setidaknya itu yang disampaikan Kepala Bidang Media FSPPB, Marcellus Hakeng Jayawibawa.

Gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melalui Pendaftaran Online (e-court), pukul 13.00 WIB, Senin (20/7).

Dilansir fsppb.or.id, dalam gugatan ini, FSPPB, menunjuk Firma Hukum Sihaloho & Co, sebagai kuasa hukum.

Marcellus mengatakan, Erick, menerbitkan keputusan tentang pemberhentian, perubahan nomenklatur jabatan, pengalihan tugas, dan pengangkatan Direksi Pertamina, pada Juni lalu.

Diikuti dengan Surat Keputusan Direktur Utama Pertamina, tentang Struktur Organisasi Dasar perusahaan; ditandai dengan pembentukan lima Subholding.

Dalam proses pengambilan keputusan itu, menurut Marcellus, FSPPB tak pernah dilibatkan.

Padahal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, serta perubahan bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas, wajib memerhatikan kepentingan karyawan; diwakili serikat pekerja.

Hal itu jelas diatur hukum dan perundangan-undangan.

Apa yang disampaikan Pengurus Bidang Hubungan Industrial dan Hukum FSPPB, Dedi Ismanto, pun tak jauh berbeda.

Ia mengatakan, keputusan Menteri BUMN dan DIrut Pertamina, Nicke Widyawati, tak hanya merugikan pekerja karena jabatan, hak, kewajiban, dan berubahnya status kepegawaian.

Tapi juga dianggap mengakibatkan peralihan keuangan serta aset-aset negara.

Sebelumnya, dikuasai Pertamina, lalu berubah menjadi dikuasai anak-anak perusahaan Pertamina (Subholding).

“Dan yang sangat mengkhawatirkan adalah, anak-anak perusahaan Pertamina itu, akan di-privatisasi atau denasionalisasi, dalam waktu dekat ini,” kata Dedi.

Jika semua skenario Erick dan Nicke, berjalan, maka negara akan berbagi kekuasaan dengan swasta; termasuk investor asing, dalam seluruh rantai usaha Pertamina.

“Mulai dari hulu, pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga pasar keuangan.”

Dalam hal ini, FSPPB berpandangan, bahwa kedaulatan energi nasional dipertaruhkan.

Kuasa Hukum FSPPB, Janses Sihaloho—dari Firma Hukum Sihaloho & Co—mengatakan privatisasi Subholding Pertamina, akan sangat berdampak bagi masyarakat luas.

Seperti penentuan harga BBM dan LPG, yang tak lagi akan mempertimbangkan daya beli masyarakat luas.

“Karena status kepemilikannya sudah berubah, kebijakan tidak lagi murni ditentukan negara,” kata Janses.

“Pasti akan dipengaruhi kepentingan pemegang saham lainnya, termasuk investor asing,” sambungnya.

Baca Juga: Jokowi Tunjuk Erick Thohir Jadi Ketua Tim Penanganan COVID-19

Janses, juga bicara soal proses privatisasi Subholding Pertamina yang diawali dengan keputusan Erick dan Nicke, tentang Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina.

Ia menengarai, hal itu akan kuat memanfaatkan celah hukum, pada pasal 77 UU BUMN.

Di mana pasal tersebut, lanjut Janses, secara tegas melarang induk perusahaan BUMN tertentu, termasuk Pertamina, untuk di-privatisasi.

Sayangnya, terhadap anak perusahaan persero BUMN, pasal itu bermakna ambigu—multi tafsir—hingga membuka peluang untuk di-privatisasi.

Itulah sebabnya, FSPPB, mengajukan uji materil terhadap Pasal 77 UU BUMN, ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (22/7).

Meskipun Pasal 77 UU BUMN, memiliki celah hukum, FSPPB mengimbau, para pengambil keputusan seharusnya tidak memanfaatkan; untuk swastanisasi BUMN (mengusai hajat hidup banyak orang).

“Sudah seharusnya kita semua, apalagi pejabat negara, ikut menjaga kedaulatan energi nasional demi anak cucu,” tegas Marcellus.

“Bukan justru memanfaatkan celah-celah hukum demi kepentingan tertentu,” pungkasnya.