Berita  

“Enggak Akan Lupa Sama Palestina, Setelah Apa yang Saya Lihat dan Rasakan di Sana”

Lihat Palestina

Ngelmu.co – Sebuah akun X (@ME_Observer_), menginformasikan jika Israel melakukan penghancuran besar-besaran di Jenin, Palestina.

Twit yang kemudian mendapat berbagai balasan dari sesama pengguna X, salah satunya aktor Indonesia, Fedrian Nuril (Fedi Nuril).

Melalui akun X-nya, @realfedinuril, ia turut mendesak gencatan senjata sembari me-mention Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

“Jenin ini di Tepi Barat (West Bank), dan di sana tidak ada Hamas. Kalau Anda @POTUS @netanyahu, menjadikan Hamas sebagai target, apa yang kalian lakukan di sana [Jenin]? #CeaseFireInGaza,” tulis Fedi.

Cuitan itu juga yang kemudian membuat Fedi, kembali membagikan tulisan yang berisi tentang pengalamannya di Palestina pada 2014 lalu.

“Enggak akan lupa sama Palestina, setelah apa yang aku lihat dan rasakan di sana tahun 2014 🥺,” jelas Fedi.

Baca juga:

Berikut kisah yang dimaksud, yang Ngelmu kutip dari akun Instagram @fedinuril:

Tahun 2014, gue ke Palestina untuk syuting sebuah program Ramadan.

Sewaktu gue dan salah satu kru masuk Masjidil Aqsha untuk salat Zuhur dan ambil gambar, gue ditahan di gerbang masuk oleh tentara Israel, karena bawa tripod dan wireless mic.

Anehnya, walaupun tentara itu bersenjata lengkap, gue enggak merasa takut.

Apa yang terjadi di Palestina, bukan perang, tapi perebutan paksa.

Tentara Israel, didukung teknologi militer dari US dan negara maju lain, sedangkan rakyat Palestina, bertahan dengan persenjataan seadanya.

Ideologi agama digunakan sebagai pembenaran atas pendudukan Israel di Palestina, sedangkan faktanya, 20 persen dari jumlah penduduk Palestina, beragama Katolik dan Protestan; dan mereka pun menjadi korban penyerangan tentara Israel.

Sebelum diskusi lebih lanjut tentang Palestina, gue mau cerita sejarah sedikit.

Barangkali teman-teman ada yang belum tahu kalau wilayah Levant (termasuk di dalamnya Palestina, Israel, Yordania, Irak, Suriah, dan Lebanon), telah mengalami pergantian penguasa sejak Zaman Batu.

Levant pernah dikuasai Bizantium, Babilonia, Romawi, dan Ottoman.

Pada abad ke-20, Kerajaan Ottoman, kalah dalam Perang Dunia 1.

Rusia dan Italia menyetujui pembagian Ottoman antara Inggris dan Perancis pada tahun 1916.

Kesepakatan ini tertuang dalam perjanjian rahasia Syke-Picot.

Saat itu, Inggris menguasai Philistia (Palestina) untuk mengamankan akses logistik ke India, salah satu wilayah jajahannya, melalui Terusan Suez.

Inggris membutuhkan orang-orang Yahudi sebagai sekutu perang, dan oleh karenanya, mendukung organisasi Zionis mendirikan negara Yahudi di Palestina.

Dengan catatan, hak sipil rakyat Arab-Palestina, tidak boleh diganggu gugat.

Dukungan ini dikenal dengan Deklarasi Balfour, kemudian pada tahun 1937, Inggris membagi Palestina menjadi dua, yaitu: negara bagian Arab (Palestina), dan negara bagian Yahudi (Israel).

Resolusi PBB pada tahun 1947, mengesahkan pembagian wilayah ini di mana Yerusalem, ditetapkan sebagai corpus separatum yang akan dikelola oleh entitas Internasional khusus.

Negara Israel pun resmi berdiri pada tahun 1948.

Masyarakat Arab (Mesir, Yordania, Irak, Suriah, dan Lebanon), merespons pendirian negara Israel dengan mengamankan wilayah selatan dan timur Palestina yang berdasarkan resolusi PBB, tidak diberikan kepada Israel.

Perang Arab-Israel pun tidak terelakkan, dan mengakibatkan lebih dari 700.000 rakyat Arab-Palestina, terusir paksa dari rumah mereka, dan harus mengungsi.

Peristiwa ini dikenal dengan Al-Nakba (the catastrophe).

Gencatan senjata antara Arab dan Israel pada tahun 1949, menyepakati garis batas “the Green Line” yang membagi wilayah Yerusalem Timur dan Yerusalem Barat.

Namun, garis ini pun dilanggar oleh Israel.

Semenjak itu, perang dan gencatan senjata antara negara Arab dan Israel, terjadi berulang kali. Korban jiwa terus berjatuhan.

Seolah buta dan tuli dari kecaman PBB dan masyarakat internasional, Israel terus merangsek dan memperluas wilayahnya.

Sampai akhirnya, Amerika mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada tahun 2018 silam.

Protes dari rakyat Arab-Palestina di Gaza, dibalas dengan tembakan tentara Israel.

Gue sangat sedih melihat kejahatan pelanggaran HAM terhadap rakyat Arab-Palestina yang makin menjadi-jadi.

Rakyat Arab-Palestina, tidak mendapatkan hak sipil untuk hidup di Palestina.

Mereka harus menjadi penduduk Israel untuk mendapatkan akses rumah, pendidikan, dan kesehatan yang layak.

Gue berharap seluruh lapisan masyarakat dunia berhenti mempolitisasi pendudukan Israel di Palestina dan aktif mendukung kemerdekaan Palestina.

Ini masalah kemanusiaan.

Gue yakin tidak ada satu pun ideologi di dunia yang membenarkan pembunuhan dan kekerasan terhadap manusia lain.

Tidak peduli apa agama dan keyakinan kalian, bagaimana mungkin membunuh anak-anak dianggap “biasa saja”?

Semoga saudara kita, rakyat Arab-Palestina, di Palestina, selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.