Berita  

Kekhawatiran Imam Shamsi Ali atas Wacana Nama Jalan Kemal Atatürk

Imam Shamsi Ali Khawatir Wacana Nama Jalan Kemal Ataturk

Ngelmu.co – Imam Islamic Center of New York, Muhammad Shamsi Ali, menyampaikan kekhawatirannya atas wacana penggunaan nama Mustafa Kemal Atatürk [untuk salah satu jalan di Jakarta].

Presiden Nusantara Foundation itu menilai, pengusulan nama Kemal Atatürk, tak dapat diterima, bahkan mencurigakan.

“Kemal Atatürk itu tidak saja sekuler, tapi [juga] anti-agama,” tutur Direktur Jamaica Muslim Center itu.

“Semua yang berbau agama, ingin dimusnahkan,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Shamsi pun bertanya, “Sesuaikah dengan Indonesia yang berketuhanan?”

Sebuah nama, sambungnya, tentu memiliki filosofi yang hendak disampaikan, mengenai kelebihan, manfaat, juga pelajaran.

Namun, menurut Shamsi, Kemal Atatürk, gagal. Bukan hanya di negaranya, tetapi juga di luar negeri.

“Gagal mewujudkan demokrasi,” ujarnya.

Shamsi mengingatkan, bagaimana rakyat tak punya suara di zaman Kemal Atatürk.

“Bukan rakyat yang punya suara. Rakyat direfresi oleh militer. Inikah yang ingin disampaikan?” tanyanya.

Ia juga bertanya, apa keberhasilan dari seorang Kemal Atatürk, di luar negeri.

“Keinginannya menjadi bagian Eropa atau NATO [Pakta Pertahanan Atlantik Utara] saja, enggak diterima,” kata Shamsi.

“Padahal, [ia] sudah menjual kehormatan, merendahkan diri kepada Eropa,” imbuhnya.

Shamsi menekankan, bagaimana Kemal Atatürk, berbeda dengan Presiden pertama RI Soekarno.

“Bung Karno dihormati oleh dunia. Siapa yang tidak ingat beliau dengan gagasan GNB [Gerakan Non-Blok]?” jelasnya.

Maka itu ia menegaskan, wacana penggunaan nama Kemal Atatürk–untuk salah satu jalan di Jakarta–tidak usah dipaksakan.

“Sesuatu yang tidak manfaat. Bahkan, mengusik sensitivitas masyarakat luas,” tutur Shamsi.

“Lebih dari itu, jelas tidak sejalan dengan nilai Pancasila yang berketuhanan,” tegasnya.

Terlebih, Kemal Atatürk adalah sosok yang membumihanguskan Islam di negerinya dahulu.

Di sisi lain, Shamsi mengaku khawatir, jika wacana ini merupakan kesengajaan untuk ‘testing the water’.

“Setelah Atatürk, nanti, kedutaan kita mengusulkan ke pemerintahan Cina, memasang nama jalan dengan nama tokoh kita.”

“Lalu, Cina akan memasang [nama] siapa di Indonesia?” tanya Shamsi. “Mao [Mao Zedong Ketua Partai Komunis Tiongkok, Maret 1943-September 1976]? Sekarang nama jalan, setelah itu, patung?”

Di akhir, Shamsi mengingatkan, bagaimana nama jalan tidak terlalu signifikan sebagai alasan menyolidkan hubungan dua negara.

“Di Karachi, Paksitan, ada nama jalan Soekarno, tapi bukan itu ukuran hubungan RI dan Pakistan,” jelasnya.

“Jadi, jangan ngototlah dengan sesuatu yang hanya kontroversial,” pungkas Shamsi.

Baca Juga:

Sebelumnya, berbagai pihak juga tegas menolak wacana penggunaan nama Kemal Atatürk, untuk salah satu jalan di Jakarta.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) Anwar Abbas, misalnya.

Ia menolak penggantian nama salah satu jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, menjadi Mustafa Kemal Atatürk.

Anwar menilai, Kemal Atatürk merupakan sosok yang mengacak-acak ajaran Islam.

“Banyak sekali hal-hal yang ia lakukan, bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.”

Demikian tutur Anwar, dalam keterangan tertulisnya, Ahad, 17 Oktober lalu.

Kemal Atatürk, menurutnya, adalah tokoh sekuler yang tak percaya agamanya dapat membawa Turki, menjadi negara maju.

Anwar juga menyebut, dalam upaya meraih itu, Kemal Atatürk malah menjauhkan rakyat Turki, dari ajaran agama Islam.

“Jadi, Mustafa Kemal Atatürk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari Fatwa MUI, orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan,” ujarnya.

Ia juga menilai, wacana pemerintah mengabadikan nama Kemal Atatürk di salah satu jalan Ibu Kota, adalah hal yang tak diharapkan.

Sebab, menurut Anwar, apa yang dilakukan oleh Kemal Atatürk, bertentangan dengan esensi Pancasila.

“Sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Lalu, pemerintahnya akan menghormati tokoh yang sangat sekuler dan melecehkan agama Islam, yang menjadi mayoritas di negeri ini.”

“Hal itu jelas merupakan sebuah tindakan yang tidak baik dan [tidak] arif, serta jelas-jelas akan menyakiti dan mengundang keresahan di kalangan umat Islam,” tutup Anwar.

Partai Keadilan Sejahteta (PKS) juga demikian. Pihaknya mendukung penguatan relasi dua negara–Indonesia dan Turki.

Namun, bukan dengan mengabadikan nama Kemal Atatürk, sebagai salah satu jalan di Jakarta.

Selengkapnya, baca di: