KPK Ungkap Imam Nahrawi Terima Uang dari Taufik Hidayat, untuk Apa?

Imam Nahrawi Terima Uang dari Taufik

Ngelmu.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi terima uang dari Taufik Hidayat, yang tak lain merupakan mantan pebulu tangkis nasional.

Imam Nahrawi Terima Uang dari Taufik Hidayat

Hal itu diungkapkan, dalam sidang praperadilan Imam, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/11).

Imam, disebut pernah menerima uang Rp1 miliar dari Satlak Prima, yang disampaikan melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum, di rumah Taufik Hidayat.

“Akhir tahun 2017, sekitar Rp1 miliar dari Satlak Prima, yang diambil oleh saudara Miftahul Ulum, di rumah Saudara Taufik Hidayat,” ungkap tim Biro Hukum KPK, Natalia Kristanto, seperti dilansir Detik.

Saat membacakan jawaban atas permohonan praperadilan Imam Nahrawi di Pengadilan Negeri Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (5/11) itu, Taufik juga disebut pernah memberikan uang Rp800 juta kepada Imam.

Di mana uang itu kemudian digunakan Imam, untuk penanganan kasus adiknya, Syamsul Arifin, yang saat itu tersandung perkara pidana.

“Tanggal 12 Januari 2017, sebesar Rp800 juta diterima melalui saudara Taufik Hidayat, untuk penanganan perkara pidana yang sedang di hadapi oleh saudara Syamsul Arifin (adik pemohon),” kata Natalia.

“Penanganannya dilakukan di salah satu instansi penegak hukum,” lanjutnya.

Baca Juga: KPK Panggil Taufik Hidayat Terkait Kasus di Kemenpora

Sebelum peran Taufik terungkap, ia memang pernah diperiksa KPK, sebagai saksi dari Imam.

Namun, ia hanya mengaku dimintai keterangan penyidik terkait tugasnya saat menjadi wakil ketua Satlak Prima.

“Ya cuma dimintai keterangan saja, saya ‘kan sebagai Stafsus Kemenpora waktu itu di 2017-2018, itu saja,” kata Taufik.

“Cuma itu saja, saya sebagai Stafsus, saya sebagai di Wasatlak Prima, saya sebagai apa, kerjaanya apa di situ,” imbuhnya, usai diperiksa, Kamis (1/8).

Diketahui, Taufik pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), tahun 2017 lalu.

Satlak Prima sendiri, bertugas mengurusi atlet-atlet berprestasi Indonesia, serta persiapan olimpiade atlet.

Tetapi program itu sudah bubar, sejak keluarnya Perpres Nomor 19 Tahun 2017.

Pengakuan Mantan Deputi IV Bidang Prestasi Olahraga

Sebelumnya, dalam persidangan Pejabat Kemenpora, Satlak Prima juga sempat disinggung, saat itu di sidang, mantan Deputi IV Bidang Prestasi Olahraga, Mulyana menyebut Imam menerima honor dari Satlak Prima.

Mulyana mengatakan, honor Imam sebesar Rp1 miliar rupiah.

“Mohon izin Pak Menteri, sebagai saksi, saya ingat betul di awal tahun, di 2018, tanya di lapangan bulu tangkis, menanyakan kepada saya, ‘Saya dapat honor enggak ya di Prima?'” ungkap Mulyana, di persidangan, PN Tipikor Jakarta, Kamis (4/7).

Saat itu, Mulyana yang baru diangkat sebagai Deputi IV, langsung memanggil pejabat pembuat komitmen (PPK), bernama Chandra.

Kemudian, kata Mulyana, terjadilah diskusi di antara mereka bertiga yang sepakat memberikan uang Rp1 miliar ke Imam.

“Saya sampaikan (ke Chandra), karena beliau sebagai menteri, beri saja Rp400 juta. Terus Pak Chandra bilang, ‘Jangan, Rp1 miliar saja,'” jelas Mulyana.

Bantahan Imam

Namun, pernyataan Mulyana itu sempat dibantah oleh Imam, yang saat itu duduk sebagai saksi. Imam mengaku tidak pernah meminta honor ke Satlak Prima.

“Dengan permintaan Satlak Prima, itu saya tidak pernah meminta itu, karena posisi saya bukan di Satlak Prima, jadi saya membantah, bahwa pernah meminta honor saat Satlak Prima itu,” bantahnya.

Imam ditetapkan KPK sebagai tersangka suap dana hibah KONI dan penerimaan lain berkaitan dengan jabatannya.

Ia diduga menerima suap sebesar Rp26,5 miliar secara bertahap, sejak 2014 hingga 2018.

Diduga, uang yang diterima Imam, merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora.

Penerimaan itu juga berkaitan dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima.

Kemudian Imam mengajukan sidang praperadilan ke PN Jaksel, agar status tersangkanya digugurkan oleh majelis hakim.