Berita  

10 Maling Duit Negara Bebas Bersyarat

Maling Duit Negara
Foto: detikcom

Ngelmu.co – Siapa saja 10 maling duit negara yang bebas bersyarat pada Selasa, 6 September 2022?

1. Bekas Jaksa; Pinangki Sirna Malasari

Pinangki sebagai terpidana kasus Djoko Tjandra, ditahan sejak penyidikan (Agustus 2020), kemudian bebas bersyarat pada September 2022.

Sebelum hakim memutuskan untuk menghukum Pinangki, 10 tahun penjara, tuntutan awal buat yang bersangkutan adalah 4 tahun penjara.

Namun, Juni 2021, hakim PT Jakarta memutuskan untuk menyunat hukuman Pinangki.

Mereka adalah hakim tinggi Muhammad Yusuf, Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.

Hakim memotong masa hukuman Pinangki dengan alasan:

“Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita [4 tahun], layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Terdakwa sebagai wanita, harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.”

Singkatnya, Pinangki yang terbukti menerima suap USD 450 ribu dari Djoko Tjandra, hanya 25 bulan mendekam di penjara.

2. Bekas Gubernur Banten; Ratu Atut Chosiyah

12 Desember 2013, Atut ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum di Puskesmas Tangsel, tahun anggaran 2012.

16 Desember 2013, Atut jadi tersangka kasus suap sengketa Pilkada Lebak.

1 September 2014, untuk kasus suap sengketa Pilkada Lebak, Atut divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Atut terbukti menyuap Akil Mochtar sebesar Rp1 miliar untuk penanganan sengketa Pilkada.

Dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Tangsel? Atut divonis 5 tahun 6 bulan dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atut terbukti mengatur proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD 2012; merugikan negara Rp79,7 miliar.

3. Mirawati Basri

Mirawati adalah terpidana kasus impor bawang putih yang menjadi perantara suap bekas anggota DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra.

Oleh karena membantu pengurusan kuota impor bawang putih, pengusaha menjanjikan suap Rp3,5 miliar, dan dari Rp2 miliar yang telah mengalir, Mirawati terbukti ikut menerima.

6 Mei 2020, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Mirawati, 5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Namun, putusan itu lebih rendah, karena tuntutan JPU KPK adalah 7 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Adapun pengusaha yang terlibat adalah Chandra Suanda (Afung), Doddy Wahyudi, dan Zulfikar.

Mereka meminta dibantu mengurus SPI [surat persetujuan impor] bawang putih di Kementerian Perdagangan.

Begitu juga untuk RIPH [rekomendasi impor produk hortikultura] pada Kementerian Pertanian; untuk kepentingan Afung.

4. Bekas Direktur Utama PT Jasa Marga; Desi Arryani

Desi yang juga bekas Kepala Divisi III/Sipil/II PT Waskita Karya (Persero) Tbk, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Dirut PT Jasa Marga (Persero) Tbk (Agustus 2016-Juni 2020) itu juga dijatuhi hukuman tambahan berupa uang pengganti.

Sebab, dalam kasus ini, Desi terbukti memperkaya diri sebesar Rp 3.415.000.000.

Namun, menurut hakim, “Terdakwa telah mengembalikan seluruhnya, sehingga tidak dibebankan lagi untuk membayar uang pengganti.”

Desi mengembalikan uang Rp 3.415.000.000 itu melalui rekening penampungan KPK.

5. Patrialis Akbar

Patrialis ditangkap KPK pada Kamis (25/1/2017) malam, saat tengah berbelanja di Grand Indonesia, dengan seorang wanita bernama Anggita.

Penangkapan tersebut berkaitan dengan suap dalam judicial review UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Setelah sederet sidang, hakim Tipikor menyatakan Patrialis terbukti melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi hakim konstitusi.

@ngelmuco Balas @sigitsudarmaji37 Bukan cuma #Pinangki, tapi juga #Atut, #MirawatiBasri, #DesiArryani, #PatrialisAkbar, #SuryadharmaAli, #ZumiZola, #OjangSohandi, #IrvanRivanoMuchtar, dan #Supendi ♬ Surat Buat Wakil Rakyat – Iwan Fals

6. Bekas Menteri Agama; Suryadharma Ali

Suryadharma bebas bersyarat setelah mendekam di penjara selama 6 tahun.

Ia terjerat kasus korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013.

22 Mei 2014, Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut.

Lalu, 2 Juli 2015, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka kasus baru.

Suryadharma dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp27.283.090.068 dan 17.967.405 rial Saudi.

Hukuman menjadi berat, karena jaksa menganggap Suryadharma, berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan dan tidak mau mengakui sekaligus menyesali perbuatannya.

Namun, vonis yang diketuk pada 11 Januari 2016 adalah 6 tahun penjara, dengan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Suryadharma menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan, menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji di Arab Saudi.

Baca Juga:

Suryadharma memanfaatkan sisa kuota haji nasional dengan tidak berdasarkan prinsip keadilan.

Ia mengakomodasi permintaan Komisi VIII DPR RI saat itu untuk memasukkan orang-orang tertentu agar bisa naik haji gratis dan menjadi petugas PPIH Arab Saudi.

Suryadharma juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, sopir, dan sopir istrinya, agar bisa menunaikan ibadah haji gratis.

Ia juga menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi.

Selama menjadi menteri, DOM yang bersumber dari APBN yang diterima Suryadharma, berjumlah Rp100 juta per bulan.

Suryadharma menggunakan DOM untuk biaya pengobatan anaknya sebesar Rp12,4 juta; dan juga membayar ongkos transportasinya beserta keluarga dan ajudan untuk berlibur ke Singapura (Rp95.375.830).

Ia juga menggunakan DOM untuk membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi, dan akomodasi untuk mereka ke Australia (Rp226.833.050).

2 Juni 2016, PT DKI menolak permohonan banding Suryadharma, dan menambah hukuman menjadi 10 tahun penjara.

Pengadilan Tinggi juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik Suryadharma, selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.

Itu semua proses.

Faktanya, belum genap 10 tahun menjalani masa hukuman, Suryadharma sudah bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022).

7. Bekas Gubernur Jambi; Zumi Zola

Zumi Zola mulai ditahan KPK pada 9 April 2018, atas penerimaan gratifikasi senilai Rp49 miliar bersama-sama dengan Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi nonaktif Arfan.

Zumi didakwa suap ‘ketok palu’ anggota DPRD Jambi, menerima gratifikasi uang serta mobil Toyota Alphard, dan divonis 6 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Selain mobil, Zumi terbukti menerima gratifikasi uang Rp37.477.000.000, USD 173.300, dan SGD 100.000.

Zumi juga terbukti menyuap 53 anggota DPRD Jambi (2014-2019), yang totalnya Rp16,34 miliar.

Zumi dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 14 Desember 2018.

Jika dihitung, Zumi berada di penjara hanya sekitar 4 tahun; dari masa hukuman 6 tahun.

8. Bekas Bupati Subang; Ojang Sohandi

Ojang menerima total gratifikasi–berhubungan dengan jabatannya–senilai Rp9,64 miliar.

Dugaan gratifikasi Ojang, diterima dari pungutan dalam pengangkatan calon PNS di Pemkab Subang (2014-2015).

KPK bilang, bekas Kepala Bidang Pengadaan dan Pengembangan Badan Kepegawaian Daerah Subang; Heri Tantan, mengumpulkan uang pungutan sejak April 2015.

Sebagian uang yang diterima itu digunakan untuk kepentingannya sendiri, sementara sebagaiannya lagi–senilai Rp 1,65 miliar–dikasih ke Ojang.

Ojang divonis 8 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Bandung, karena terbukti melakukan korupsi, suap, dan TPPU.

Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan JPU KPK, yakni 9 tahun penjara.

9. Bekas Bupati Cianjur; Irvan Rivano Muchtar

Irvan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, setelah menjalani hukuman atas kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan.

Irvan kena OTT KPK di tengah masa jabatannya sebagai Bupati Cianjur (2016-2021).

Anak dari Tjetjep Muchtar Soleh ini mengawali karier politik sebagai anggota DPRD Kabupaten Cianjur (2009).

Irvan terpilih jadi anggota DPRD Kabupaten Cianjur dari PPP.

Namun, baru 3 tahun menjabat, dia menanggalkan statusnya sebagai anggota dewan kabupaten, karena pindah ke Partai Demokrat.

Irvan maju di Pileg DPRD Jawa Barat 2014, dan kembali terpilih.

Namun, lagi-lagi dia berhenti sebagai anggota dewan provinsi, sebelum masa jabatan habis.

Irvan mundur, karena hendak maju sebagai calon bupati Cianjur di Pilbup 2015.

Dia menang lagi, dan dilantik sebagai Bupati Cianjur (2016-2021), meneruskan kepemimpinan sang ayah yang sudah menjabat dua periode (2006-2016).

Di tahun kedua menjabat, Irvan terpeleset kasus korupsi DAK Pendidikan, dan divonis 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan penjara.

Irvan melakukan kasasi, tetapi ditolak Mahkamah Agung.

Setelah 3 tahun penjara, Irvan bebas bersama dua bekas kepala daerah Jabar lainnya, yakni Ojang bekas Bupati Indramayu; Supendi.

10. Bekas Bupati Indramayu; Supendi

Supendi yang terbukti korupsi, divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 4 bulan penjara; oleh majelis hakim pada Selasa (7/7/2020).

Saat menjabat sebagai bupati, ia terbukti menerima uang dari pengusaha untuk proyek pembangunan di Indramayu.

Supendi juga dapat hukuman tambahan, yakni mesti membayar uang pengganti sebesar Rp1,8 miliar ke kas pemerintah Kabupaten Indramayu.

Kalau enggak bayar, Supendi mesti terima tambahan hukuman 1 tahun penjara.

Hakim juga mencabut hak politik Supendi, sejak putusan dibacakan.

Baru 10 saja, kami sudah engap bahasnya. Apa para maling duit negara ini enggak ada niatan tobat? Tobatlah, please!