Mengapa Muslim Menyebut Non-Muslim dengan Kafir?

Ngelmu.co – Istilah kafir untuk non-Muslim kembali viral. Ini gara-gara Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama 2019, di Kota Banjar, Jawa Barat, 27 Februari – 1 Maret 2019, menghasilkan kesepakatan untuk tidak menggunakan sebutan kafir kepada warga Indonesia non-Muslim. Sebagai gantinya, para kiai memilih kata muwathinun atau warga negara.

Image result for kafir

Mari kita bicarakan dengan kepala dingin.

Kafir berasal dari kata kafaro (menutup). Istilah ‘Kafir’ juga berarti orang yang sifatnya ‘kufur’ (menyembunyikan atau menolak). Dalam istilah Islam, ‘Kafir’ berarti orang yang menyembunyikan atau menolak kebenaran Islam.

Dalam bahasa Indonesia, orang-orang yang menolak Islam disebut non-Muslim. Jadi ketika seorang Muslim menyebut mereka dengan istilah ‘kafir’, ini bukan bermaksud melecehkan, melainkan sebutan ‘kafir’ sama dengan menyebut mereka ‘non-Muslim.’

Mengapa sebagian orang Kristen marah dan menolak disebut kafir oleh orang Islam? Karena mereka memakai terminologi sendiri yang berbeda dengan orang Islam.

Kalau orang Islam mengartikan kafir sebagai orang yang bukan beragama Islam. Tetapi orang Kristen mengartikan kafir sesuai dengan Al Kitab, yakni orang yang tidak memiliki Tuhan (atheis) dan jahat.

Di sini letak masalahnya. Sampai kapanpun tidak akan ketemu jika terminologi sebuah agama dipaksakan untuk memahami terminologi kata (istilah) yang sama di dalam agama lain. Semestinya, orang Kristen tidak usah marah dikatakan kafir oleh orang Islam, karena artinya “hanya” orang yang bukan beragama Islam.

Jadi demi menjaga kerukunan agama dan kebinekaan, kata kafir jangan diartikan menurut agamanya, jika digunakan oleh pemeluk agama lain. Biarlah Muslim menggunakan kafir sesuai dengan terminologi agamanya. Orang Kristen tidak usah tersinggung dan marah.

Sebaliknya, orang Islam juga jangan menggunakan kata kafir secara demonstratif di depan orang Kristen, karena sadar mereka mempunyai arti yang berbeda tentang kata kafir. Gunakan saja kata “non-Muslim” atau “yang beragama selain Islam”.

Namun, jika di kalangan internal sesama Muslim, afdholnya menggunakan kata kafir untuk menyebut non-Muslim. Sebab, itu adalah bahasa Alquran. Siapa lagi yang akan menjaga bahasa Alquran, kecuali orang Islam?

Jangan takut dan minder memasyarakatkan bahasa Alquran di sesama Muslim. Seperti kata kafir, jangan “diperhalus” dengan istilah lain yang tidak berasal dari Alquran, demi menyenangkan orang yang tidak menyukainya. Jadi, tidak perlu ada munas yang membuat rekomendasi “aneh” untuk menghilangkan bahasa Alquran, yaitu kafir.

Untuk saudara-saudaraku yang non-Muslim …

Kenapa harus marah disebut kafir? Padahal, itu hanya status yang tak ada kaitannya dengan moral? Sama seperti ucapan “Mukidi orang Jawa” atau “Asiong orang China” atau “Obama orang Amerika”. Itu hanya status. Tak lebih dan tak kurang.

Saat menyebut seseorang sebagai kafir, itu BUKAN tuduhan yang berbau vonis, bahwa Anda tidak bermoral, Anda bejat, dan seterusnya. Sekali lagi, ini hanya soal status.

Setiap status tentu berkaitan dengan hak dan kewajiban tertentu. Misalnya, saat kita bertemu teman sesama Muslim, ada perintah untuk mengucapkan “Assalamualaikum …,” tapi untuk teman non-Muslim, perintah seperti itu tentu tak ada. Contoh lain, status muslim membuat seseorang wajib membayar zakat. Status kafir? Tidak bayar zakat.

Jika Anda yakin akan kebenaran agama Anda, jika Anda yakin agama Anda baik, tentu tak perlu marah atau tersinggung disebut kafir, bukan?

Coba lihat bagaimana sikap umat Islam terhadap ajaran agama lain. Pada ajaran Kristen, semua yang tidak menerima Yesus sebagai tuhan disebut sebagai “domba yang tersesat”.

Umat Islam tentu tidak mengakui Yesus sebagai tuhan. Karena itu, orang Islam termasuk golongan “domba yang tersesat” (versi Kristen) tersebut. Namun, apakah kita umat Islam selama ini pernah marah atau tersinggung disebut “domba yang tersesat”?

TAK PERNAH SEKALIPUN. Karena kita yakin akan kebenaran Islam. Karena yakin benar, maka tak peduli dengan semua julukan dari agama lain untuk kita. Emang gue pikirin (begitu bahasa cueknya). Terserah mereka menyebut kita apa saja. Itu tak akan berpengaruh apa pun terhadap keyakinan kita.

Betul?

Jadi, jika Anda tetap tidak suka disebut kafir padahal sudah dijelaskan panjang lebar di sini, cara terakhirnya gampang. Silakan masuk Islam. Sesederhana itu.

Oleh: Satria Hadi Lubis