Berita  

Muslim Uighur Buka Suara soal Masjid yang Diubah Jadi Kafe Hingga Tempat Wisata

Masjid Uighur Jadi Kafe Tempat Wisata
Pengunjung beristirahat dan bersantai di tempat yang dulunya adalah ruang sholat, di sebuah masjid, di Kashgar, bagian barat Daerah Otonomi Uighur Xinjiang. (Atsushi Okudera)

Ngelmu.co – Muslim Uighur, buka suara soal pengubahan masjid-masjid yang ada di wilayahnya, menjadi kafe, hingga tempat wisata.

Pengunjung minum teh di tempat yang dulunya adalah ruang sholat, di sebuah masjid, di Kashgar. (Atsushi Okudera)

Pengakuan Warga Setempat

“Kami takut sholat di luar rumah, jadi kami semua berkumpul di rumah untuk sholat.”

Demikian akuan warga, dilansir The Asahi Shimbun, Jumat (16/10), merujuk pengiperasian kafe oleh warga Cina Han, provinsi Guangdong, sejak 2019 lalu.

Sebenarnya, hingga awal Oktober lalu, pada salah satu lokasi di Kashgar, bangunan berkubah masih berdiri.

Namun, Beijing, menutup kubah yang identik dengan masjid itu, dan mengubahnya menjadi kafe, tempat berkumpulnya turis.

Tiada lagi aktivitas keagamaan di sana, hanya sekelompok orang yang berkumpul.

Menurut warga sekitar, pemandangan itu pun menjadi lumrah.

Pengubahan tak hanya terjadi pada masjid di Kashgar, tetapi juga di beberapa wilayah lainnya, termasuk Urumqi dan sekitarnya.

Masjid yang ditutup oleh Otoritas Cina, di sana juga digunakan untuk kepentingan wisata.

Dari sumber laporan, daerah Kota Tua Kashgar, dan sekitarnya, memang masuk sebagai tujuan wisata utama Beijing.

Alhasil, bagian kota, rumah, atau bangunan lain dengan gaya Uighur tradisional, dirobohkan, dan kembali dibangun pada dekade terakhir.

Baca Juga: Lembaga Australia Sebut Pemerintah Cina Rusak 16.000 Masjid di Xinjiang

Menurut penduduk setempat, sebagian besar masjid dengan berbagai ukuran yang tersebar di kota tua, juga telah ditutup, sejak 2-3 tahun terakhir.

Dari enam masjid yang tampak di kota tua Kashgar, lima di antaranya sudah ditutup.

Sementara menurut pengelola salah satu kafe, pihaknya, mengaku telah menyewa tempat tersebut dari pemerintah.

Hal itu menjadi lumrah terjadi di Uighur, setelah perobohan banyak masjid.

Bahkan, ditegaskan dalam sebuah studi, oleh Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI).

Dalam temuannya, perobohan serta pembangunan kembali hingga penyewaan, terjadi di berbagai bagian lain, daerah otonomi Uighur, Xinjiang.

Lewat laporan yang dirilis pada September lalu, ASPI, membuat perbandingan menggunakan citra satelit.

Dipilih sampel 533 masjid dari 24 ribu atau lebih, di wilayah tersebut.

Sejak 2017, sekitar 65 persen masjid, telah dihancurkan atau dibangun kembali untuk tujuan lain.

Namun, seorang peneliti di organ Partai Komunis, Xinjiang, mengeluarkan laporan pada 2015.

Pihaknya mengatakan, “Jumlah masjid di Xinjiang, sangat melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk kegiatan keagamaan biasa.”

“Dan beberapa telah menjadi basis, bagi separatis dan radikal.”

Atas dasar itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Wang Wenbin, mengkritik keras laporan ASPI.

Ia, bahkan menyebutnya sebagai ‘pemalsuan anti-Cina’.