Berita  

Pemerintah Potong 50 Persen Insentif Tenaga Kesehatan COVID-19

Pemerintah Sri Mulyani Potong Insentif Nakes Covid Corona
Sejumlah perawat beristirahat dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19 di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6/2020). ANTARA FOTO/FB Anggoro/pras.

Ngelmu.co – Pemerintah melanjutkan pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani pandemi COVID-19. Namun, besarannya turun 50 persen dari sebelumnya.

Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor: S-65/MK.02/2021, demikian mengutip Tempo.

Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan (Menkeu), menandatangani surat tersebut, pada Senin (1/2) lalu.

Sebagai tindak lanjut surat Menteri Kesehatan Nomor KU.01.01/Menkes/62/2021 tanggal 21 Januari 2021 [Tentang Permohonan Perpanjangan Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani COVID-19].

Adapun besaran insentif di tahun 2020:

  • Rp15.000.000 untuk dokter spesialis;
  • Rp10.000.000 untuk dokter umum dan dokter gigi;
  • Rp7.500.000 untuk bidan atau perawat; dan
  • Rp5.000.000 untuk tenaga medis lainnya.

Sementara besaran insentif di tahun 2021:

  • Rp7.500.000 untuk dokter spesialis;
  • Rp6.250.000 untuk peserta PPDS;
  • Rp5.000.000 untuk dokter umum dan dokter gigi;
  • Rp3.750.000 untuk bidan atau perawat; dan
  • Rp2.500.000 untuk tenaga medis lainnya.

Sedangkan untuk santunan kematian bagi tenaga medis yang meninggal karena tertular COVID-19, masih sama, yakni sebesar Rp300 juta.

Poin kedua yang tercantum dalam surat, berbunyi:

[Pelaksanaan atas satuan biaya tersebut agar memperhatikan hal-hal berikut: satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui. Agar tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yaitu akuntabilitas, efektif, efisien dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan].

Sementara pada poin ketiga, tertulis:

[Satuan biaya berlaku terhitung mulai bulan Januari 2021, sampai dengan bulan Desember 2021, dan dapat diperpanjang kembali jika ada kebijakan baru terkait penangangan pandemi COVID-19, serta hanya berlaku untuk tenaga kesehatan di daerah yang masuk darurat pandemik dan melakukan tugas penanganan COVID-19].

Baca Juga: Indonesia Tempati Urutan ke-85 dalam Analisis Keberhasilan Penanganan COVID-19 di 98 Negara

Lebih lanjut soal teknis pelaksanaan pemberian insentif serta santunan kematian, dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan.

Di sisi lain, Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kemenkes, Busroni, menyebut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, belum mengeluarkan surat keputusan Menkes, terkait pemberian insentif tenaga kesehatan ini.

Desakan Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan

Terlepas dari itu, Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan, telah mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan pemotongan insentif ini.

Pihaknya menganggap, di tengah buruknya penanganan pandemi, pemerintah semakin mengabaikan perlindungan terhadap tenaga kesehatan.

“Buruknya tata kelola tidak diimbangi dengan politik anggaran yang berfokus pada penanganan pandemi COVID-19.”

Demikian bunyi keterangan tertulis Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan, mengutip Tempo, Rabu (3/2) kemarin.

Sebagai informasi, Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan ini terdiri dari:

  • Indonesia Corruption Watch (ICW),
  • LaporCovid19,
  • Lokataru Foundation, dan
  • Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Mereka juga menyoroti anggaran tahun ini untuk penanganan COVID-19 yang juga menurun, dari 2020.

Koalisi merincikan, pemerintah mengalokasikan Rp60,5 triliun dalam APBN [Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara] 2021.

Padahal, anggaran kesehatan khusus COVID-19 di 2020, mencapai Rp87,55 triliun.

“Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk COVID-19.”