Berita  

Penyebab Obesitas yang Melonjak di Indonesia dalam 10 Tahun Terakhir

Penyebab Obesitas di Indonesia

Ngelmu.co – Kasus obesitas di Indonesia, meningkat signifikan dalam 10 tahun terakhir.

Dari 10,5 persen pada 2007, menjadi 21,8 persen pada 2018.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti, bicara.

Ia mengatakan, kasus obesitas di Indonesia saat ini telah digolongkan sebagai penyakit yang perlu diintervensi secara komprehensif.

Eva menjelaskan, obesitas merupakan masalah multifaktor yang dipengaruhi peningkatan asupan energi.

Begitu juga dengan perubahan pola makan–dari tradisional ke modern–urbanisasi, dan penurunan aktivitas fisik.

Mengutip Antara, Senin (10/7/2023), faktor tersebut didukung oleh kontribusi faktor lain, seperti aspek sosial ekonomi, budaya, perilaku, dan lingkungan.

Selain itu, obesitas juga dipicu oleh kurangnya aktivitas fisik yang berkaitan dengan fenomena khas daerah urban, yakni berkurangnya ruang publik sebagai arena bermain dan berolahraga.

Kemudahan mengakses sarana modern berteknologi tinggi, menurut Eva, juga menjadi faktor penyebab kurangnya aktivitas fisik remaja, terutama di perkotaan.

Kemenkes mengklasifikasikan obesitas sebagai faktor risiko penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus, jantung, kanker, hipertensi, dan penyakit metabolik maupun nonmetabolik lainnya.

Eva mengatakan, obesitas berkontribusi pada penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 5,87 persen dari total kematian.

Begitu juga penyakit diabetes dan ginjal 1,84 persen dari total kematian.

Eva menyatakan, Kemenkes berupaya menahan laju prevalensi obesitas di Indonesia tetap sebesar 21,8 persen hingga akhir 2024.

Sebagaimana indikator dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Prevalensi obesitas di Indonesia, sesuai RPJMN, ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2020,” kata Eva.

Baca juga:

Eva menyampaikan tiga pilar penting terkait upaya pencegahan, dan pengendalian obesitas.

Pertama, mendorong komunikasi isu obesitas untuk pembicaraan formal maupun informal.

Baik oleh masyarakat, tenaga kesehatan, pemangku kebijakan, organisasi masyarakat, serta pihak lainnya.

Strategi tersebut menjadi yang paling penting untuk mengubah persepsi tentang obesitas.

“Pilar ini fleksibel, dapat disesuaikan dengan berbagai konteks regional dan nasional.”

“Yang diharapkan dapat menginisiasi adanya kebijakan yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan obesitas,” kata Eva.

Strategi pengendalian yang kedua adalah menjadikan obesitas sebagai upaya kolektif untuk mengubah persepsi tentang obesitas sebagai masalah individu.

Sekaligus mengedukasi publik untuk memahami adanya peran masyarakat dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap obesitas.

“Pilar tersebut juga mencerminkan perlunya suatu gerakan, sehingga dapat berdampak ke masyarakat luas.”

Maka untuk membangun sebuah gerakan, perlu upaya pembentukan perspektif, bahwa obesitas adalah masalah bersama, memerlukan tindakan kolektif yang nyata dan efektif.

Ketiga, merumuskan upaya nasional untuk mendorong percakapan dan gerakan kolektif yang mengarah kepada suatu tindakan.

“Rencana aksi nasional, perlu dibangun untuk mengambil tindakan proaktif dan berbasis bukti, guna mencegah dan mengatasi obesitas.”

Baru-baru ini, terdapat sejumlah kasus obesitas yang menyita perhatian publik.

Seperti pria asal Kota Tangerang berinisial MF yang berbobot 300 kilogram, dan meninggal pada 22 Juni 2023; setelah dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Ada juga Cipto Raharjo (45), pria obesitas berbobot sekitar 200 kilogram yang saat ini masih menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tangerang.

Lalu, Muhammad Kenzi Alfaro, warga Desa Pusaka Rakyat, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi yang memiliki berat badan 27 kilogram saat berusia 16 bulan pada awal Februari 2023.