Proses Penangkapan DN Aidit Usai Peristiwa G30S PKI

Penangkapan Aidit G30S PKI

Ngelmu.co – Sebagai pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), Dipa Nusantara (DN) Aidit, jelas tidak bisa lepas dari peristiwa G30S PKI.

Ia harus mempertanggungjawabkan tragedi yang menewaskan 6 jenderal TNI AD.

Jenazah keenamnya ditimbun di sumur tua yang berlokasi di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Penangkapan terhadap Aidit pun berlangsung di Solo, Jawa Tengah.

Di kampung Aidit, Desa Sambeng, Mangkubumen, Banjarsari; yang terletak tidak jauh dari Stasiun Balapan Solo.

Penangkapan terjadi pada Senin, 22 November 1965, dini hari. Pasukan tentara juga menahan beberapa warga sekitar.

Baca Juga:

Prapto–seorang saksi mata–menceritakan kejadian penangkapan pentolan PKI tersebut.

Pria yang kini berusia 70 tahun itu merupakan warga Sambeng, Mangkubumen, Banjarsari.

Prapto mengaku ingat betul, ketika pasukan tentara mendatangi kampungnya.

Sekelompok tentara, kemudian membawa warga ke suatu tempat untuk melakukan interogasi.

Pasukan tentara kala itu berada di bawah komando Kolonel Yasir Hadibroto, Komandan Brigade IV Infanteri.

Mereka mendapat informasi jika Aidit, bersembunyi di Sambeng.

Maka mereka pun menggeledah rumah yang ditinggali oleh Kasim.

“Semua laki-laki dibawa tentara, dikumpulkan, disuruh jongkok, tangannya di atas kepala.”

“Saya sempat ditodong senapan di dada saya, tapi saya tidak dibawa, karena masih 12 tahun saat itu,” akuan Prapto.

Ia juga menyebut jika sang ayah, menjadi salah satu warga yang diamankan.

Namun, selang beberapa hari, ayahnya kembali pulang, karena terbukti tidak terlibat dalam persembunyian Aidit.

Warga Tak Kenal Aidit

Meskipun berada di Sambeng, tetapi warga tidak ada yang mengenal Aidit.

Bahkan, warga juga tidak ada yang mengetahui keberadaan pun waktu kedatangan Aidit ke rumah salah satu warga.

“Itu ‘kan rumah Bu Harjo, dikontrak Pak Kasim, katanya itu temannya Aidit, tapi orang sini tidak tahu kapan datangnya,” tutur Prapto.

Kabarnya, Aidit bersembunyi di dalam lemari.

Beberapa sumber bahkan mengatakan, bahwa Kasim sempat melindungi Aidit.

Baru setelah dicecar, akhirnya, Kasim memberi tahu keberadaan Aidit.

Tidak banyak yang tahu mengapa Aidit, memilih Kota Solo; sebagai lokasi persembunyian.

Namun, saat itu diketahui fakta jika Solo, dikenal sebagai kawasan dengan banyak simpatisan PKI.

Bahkan, Wali Kota Solo kala itu, Utomo Ramelan, juga disebut dari PKI.

Walaupun pada akhir masa PKI, Utomo dan Aidit, berbeda pendapat soal revolusi.

Utomo masuk kelompok PKI radikal yang pro-revolusi, sementara Aidit masuk kelompok moderat; yang ingin menyelamatkan PKI dari ambang kebinasaan.

Buku Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi tentang Konspirasi (2005), menuliskan bahwa Aidit, menuju ke Semarang, Boyolali, dan Solo, pada 2 Oktober 1965.

Tidak lama setelah peristiwa G30S PKI di Jakarta.

Kondisi Lokasi saat Ini

Kini, warga bernama Andrianto, telah membeli rumah bekas penangkapan Aidit.

Lalu, ia meratakan bangunan lama yang sudah lapuk itu, sebelum membangun rumah baru.

Setelah ditangkap di Solo, Aidit dieksekusi mati di Boyolali.

Yasir membawa Aidit ke Markas Batalyon 444.

Dini hari (November 1965), Aidit ditembak di depan sebuah sumur tua; belakang Markas Batalyon 444 Boyolali.

Jenazahnya, diyakini berada di dasar sumur tua tersebut.