Berita  

Ramai-Ramai Protes Perumpamaan Gonggongan Anjing dari Menag Yaqut

Gonggongan Anjing Menag Yaqut

Ngelmu.co – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, bicara soal aturan pengeras suara masjid dan musala yang tercantum dalam SE 05/2022.

Namun, ia justru menciptakan kegaduhan, karena perumpamaan ‘gonggongan anjing’ yang terkandung dalam penjelasannya.

Berbagai pihak pun ramai-ramai menyampaikan protes.

KH Cholil Nafis

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis turut bicara.

Ia melayangkan komentar lewat akun Twitter pribadinya, @cholilnafis, walaupun tidak langsung menyebut nama Yaqut.

“Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Kadang malas berkomentar soal membandingkan sesuatu yang suci dan baik dengan suara hewan najis mughallazhah,” tuturnya.

“Karena itu bukan soal kinerja, tapi soal kepantasan di ruang publik oleh pejabat publik,” sambung Kiai Cholil.

“Mudah-mudahan Allah mengampuni dan melindungi kita semua,” imbuhnya lagi.

Tidak sampai di situ, pada cuitan lainnya, Kiai Cholil bilang, “Masalah azan dan anjing sudah menggelinding, dan rasa keberagamaan terasa terganggu.”

“Padahal isi SE-nya bagus untuk dipedomani, hanya soal komunikasi,” lanjutnya.

Klarifikasi, menurut Kiai Cholil, tidak menyelesaikan masalah. “Karena rasa tidak nyaman disamakan dengan gonggongan.”

“Baiknya, sudahi polemiknya dengan meminta maaf kepada umat,” tegas Kiai Cholil.

Ustaz Hilmi Firdausi

Ustaz Hilmi Firdausi juga menanggapi perumpamaan gonggongan anjing yang keluar dari mulut Menag Yaqut.

“Astaghfirullahal’adziim,” ucapnya melalui akun Twitter @Hilmi28, Rabu (23/2/2022) kemarin.

“Maaf Pak Menteri, sepertinya kurang elok membandingkan lantunan suara dari masjid (azan, tilawah, selawatan, dan sebagainya) dengan gonggongan anjing,” kata Ustaz Hilmi.

Ia pun berharap Yaqut, segera meralat pernyataannya tersebut.

Baca Juga:

MUI Jabar

MUI Jawa Barat (Jabar) yang juga menyayangkan pernyataan Yaqut, meminta klarifikasi.

“Ya, itu dibandingkan dengan suara anjing, berlebihan. Kita sangat menyayangkan.”

“Azan itu panggilan salat, kalimat agung, tauhid mulia,” tegas Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar, Kamis (24/2/2022).

Lebih lanjut, ia menjelaskan betapa mulianya fungsi azan bagi umat Islam; sebagai penanda salat.

Azan juga berfungsi untuk syiar, bahwa Islam itu hidup dan dilaksanakan.

“Sehingga tidak bisa dibandingkan dengan suara binatang, apalagi anjing. Kita menyayangkan,” kritik Rafani.

“Itu sangat tidak wajar dan berlebihan. Bisa mengundang polemik lebih,” sambungnya.

Awalnya, kata Rafani, MUI Jabar memaklumi aturan pengeras suara masjid dan musala yang tercantum dalam SE 05/2022.

Namun, kini pihaknya kecewa atas perumpamaan yang disampaikan oleh Yaqut, di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2/2022) kemarin.

“Tadinya kita sudah memaklumi peraturan yang mengatur, walau saya memandang itu tidak bisa dilakukan general,” kata Rafani.

“Sekarang ada pernyataan itu, sangat tidak layak,” tegasnya.

Maka itu Rafani mendesak, agar Yaqut, segera mengklarifikasi ucapannya yang kontroversial itu.

“Kalau betul menyejajarkan, itu sangat tidak layak. Azan itu kalimat Allah, kalimat tauhid.”

“Masa dibandingkan dengan suara anjing,” tutup Rafani.

Imam Shamsi Ali

Imam Islamic Center of New York, Muhammad Shamsi Ali, turut buka suara melalui akun Twitter-nya, @ShamsiAli2.

“Gus Menteri, semoga ini salah komunikasi atau salah memberi contoh saja,” harapnya.

Menurut Imam Shamsi, pejabat pastinya tahu cara mengomunikasikan masalah dengan benar dan proporsional.

“Apalagi kaitannya agama, tahu sendiri, bisa sensitif. Suara azan dan selawat itu indah dan penuh makna,” ujarnya.

“Tidak pantas dicontohkan suara anjing,” sambungnya.

Imam Shamsi pun bercerita. “Saya pernah tinggal tidak jauh dari sebuah gereja di New York. Enggak tersinggung dengan bunyi bel.”

“Sekitar gereja, bahkan ada sekolah. Bunyi bel itu panjang di jam 10-an pagi. Tidak ada yang marah,” imbuhnya.

“Itu hidup manusia yang sudah biasa,” lanjutnya lagi.

Lebih lanjut, Imam Shamsi mengaku jika terkadang dirinya berpikir.

“Kenapa, ya, hal yang sudah dilakukan bertahun-tahun, tidak pernah jadi masalah, tiba-tiba jadi masalah?”

Ternyata, sambungnya, terkadang sesuatu yang sebenarnya bukan masalah, sengaja dijadikan masalah untuk menutupi masalah.

“Akhirnya, suatu yang tidak masalah, dikambinghitamkan untuk ‘menutupi’ masalah,” tutupnya.

Aab Elkarimi

Sementara video creator, Aab Elkarimi, mengkritik Yaqut; lewat unggahan video di akun Instagram-nya, @aab_elkarimi.

Innalillah… Ya, Rabbi. Apalagi ini, ya?

Bagaimana bisa, sekelas menteri agama itu membandingkan antara azan dengan gonggongan anjing?

Membandingkan yang suci, yang bagus, dengan najis mughalladzah.

Padahal ngomong sopan itu ‘kan skill dasar. Sekelas pejabat itu harusnya sudah menguasai diksi, analogi, metafor yang bisa digunakan dengan baik.

Kalau seperti ini, malah terbukti, kesan kerukunan umat beragama yang terus dipanas-panasi, dipancing-pancing.

Dan saya malah sepakat jadinya, dengan pihak yang kontra soal pengaturan pengeras suara masjid dan musala ini.

Karena terbaca, motifnya itu bukan lagi soal pengaturan semata, tapi terkesan kerukunan yang terus dipanas-panasi, dibuat gaduh.

Dan pada akhirnya? Ya, kita sedang berjalan dari satu kegaduhan ke kegaduhan yang lain.

Capek. Serius.

Berderet disajikan politainment; politik-entertainment. Kontroversi, pertunjukan-pertunjukan politik yang akrobatik, ya.

Dan kita posisinya, bukan lagi sebagai rakyat, tapi penonton yang akhirnya kebingungan.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Aab Elkarimi (@aab_elkarimi)

Roy Suryo

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, bahkan melaporkan Menag Yaqut ke Polda Metro Jaya.

“Tadinya sempat saya kira [berita Yaqut] ini hanya ‘clickbait’ media untuk mendapat perhatian saja.”

Namun, ia menyadari bahwa berita yang dirilis media, tidak dilebih-lebihkan.

“Apakah layak suara muazin yang mengumandangkan azan, panggilan salat, dibandingkan dengan gonggongan anjing?” tanya Roy.

Ia juga menjawab tanya banyak pihak, soal apakah benar, ia akan melaporkan Yaqut atas perumpamaan gonggongan anjing.

“Insya Allah, nanti jam 15.00 WIB, kami [kongres pemuda Indonesia] akan membuat laporan polisi di Polda Metro Jaya,” jelasnya.

“Terhadap saudara Yaqut Cholil Qoumas, dengan bukti-bukti rekaman audio dan visual, statement-nya, dan pemberitaan media-media,” tutup Roy.

Kata Warganet

Bukan hanya mereka. Publik pada umumnya juga memprotes keras Menag Yaqut, atas pernyataannya kali ini.

Berikut di antaranya yang Ngelmu di media sosial Instagram:

“Kenapa orang ini kepilih jadi Menag 😢,” tanya @liaaryani16.

“Saya tidak merasa terganggu, Pak. Malah resah kalau enggak dengar azan 😢,” kata @ms.yan_31.

“Yang milih ini menteri siapa sih? Tunggu saja kalau Allah sudah bertindak,” tutur @eginingsih.

“Jangankan posisimu sekarang, hidupmu saja bisa musnah dalam sekejap,” sambungnya.

“Selevel menteri, cangkemnya, astaghfirullah #miris,” ujar @dede_mpri.

“Dia yang ngomong, aku yang ngerasa malu,” tulis @kieta301.

“Ini Menag? Yang milih siapa? Kok benci banget kayaknya sama Islam,” tanya @wie_wiea.

“Nanti kalau beliau meninggal, enggak usah diumumin pakai pengeras suara masjid,” sentil @syaam_alaydrus.

“Ente Islam, tapi kok kelakuan tidak mencerminkan kalau ente itu Islam? Bikin gerah nih menteri 🔥🔥🔥,” kata @rahmanaura_nayla.

“Ini menteri prestasinya apa, ya? Cuma bisa ngatur pengeras suara doang? Kalau cuma ngatur pengeras suara, kenapa enggak ketua RT saja,” sebut @vvvvvooooohhhhh.

PBNU

Terpisah, pada Kamis (24/2/2022) ini, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), bilang, “Saya positive thinking, saja.”

“Bahwa mungkin, Pak Menag bermaksud agar saling menghormati, jangan ada suara yang mengganggu lingkungan,” sambungnya.

“Semisal tetangga yang memelihara anjing juga hendaknya menjaga ketenteraman masyarakat sekitarnya, yang mungkin terganggu oleh lolongan anjingnya,” imbuhnya lagi.

Gus Fahrur menilai, Yaqut adalah muslim yang baik. Maka itu ia yakin, Yaqut tidak berniat menyamakan azan dengan gonggongan anjing.

“Ia muslim yang baik, tidak mungkin bermaksud menyamakan kedudukan azan dengan suara anjing,” tuturnya.

Itu mengapa, Gus Fahrur mengajak semua pihak untuk juga berpikiran positif.

“Saya mengajak masyarakat untuk positive thinking, dan bersama menyelesaikan masalah yang lebih penting,” tutupnya.

Pernyataan Menag Yaqut

Sebelumnya, pada Rabu (23/2/2022), di Gedung Daerah Provinsi Riau, Menag Yaqut bicara soal aturan pengeras suara masjid dan musala yang tercantum dalam SE 05/2022.

Ia menyampaikan perumpamaan ‘gonggongan anjing’, di tengah penjelasannya.

Berikut selengkapnya:

Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan.

Kita tidak melarang masjid, musala, menggunakan pengeras suara, tidak. Silakan, karena itu syiar agama Islam.

Tetapi ini harus diatur, bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal.

Diatur, kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan.

Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis.

Meningkatkan manfaat, dan mengurangi ketidakmanfaatan.

Karena kita tahu, misalnya, ya, di daerah yang mayoritas muslim, hampir setiap 100-200 meter itu ada musala atau masjid.

Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan, mereka menyalakan pengeras suara bersamaan di atas.

Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya.

Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan non-muslim.

Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita non-muslim itu bunyikan toa, sehari lima kali, dengan kencang-kencang secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?

Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini, kalau kita hidup dalam satu kompleks, gitu, misalnya.

Kiri, kanan, depan, belakang pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu enggak?

Artinya apa? Bahwa, suara-suara, ya, suara-suara ini, apa pun suara itu, ya, ini harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan, ya.

Speaker di musala, masjid, monggo dipakai, silakan dipakai, tetapi tolong diatur, agar tidak ada yang merasa terganggu.

Agar niat menggunakan toa, menggunakan speaker sebagai sarana, sebagai wasilah untuk syiar, melakukan syiar, tetap bisa dilaksanakan.

Tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus lah hargai. Itu saja intinya.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Ngelmu.co (@ngelmuco)

Kata Kemenag

Terpisah, Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama (Kemenag) Thobib Al Asyhar, menjelaskan.

Ia menanggapi rencana pelaporan terhadap Menag Yaqut, atas tuduhan penistaan agama.

Thobib menegaskan, bahwa Yaqut sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

Menurutnya, pemberitaan yang mengatakan demikian, sangat tidak tepat.

“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing,” tuturnya secara tertulis, Kamis (24/2/2022).

“Tapi sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” sambung Thobib.

Dalam penjelasannya, kata Thobib, Yaqut memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan yang lain.

“Makanya beliau menyebut kata misal. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu.”

“Di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara.”

“Jadi, Menag mencontohkan, suara yang terlalu keras, apalagi muncul secara bersamaan.”

“Justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar,” kata Thobib.

Sehingga, menurut Kemenag, perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara dan juga toleransi.

Agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.

“Jadi, dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain.”

“Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.”

Yaqut, lanjut Thobib, juga tidak melarang masjid atau musala menggunakan pengeras suara masjid saat azan.

“Jadi, tidak ada pelarangan, dan pedoman seperti ini sudah ada sejak 1978.”

“Dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,” pungkas Thobib.