Opini  

Setiap Ksatria Ada Zamannya dan Setiap Zaman Ada Ksatrianya

Oleh Zulkarnaen Eldisky

Ngelmu.id – Sejak sangat lama Penguasa China Daratan sudah mengincar Nusantara. Ekspedisi militer pertama mendarat di Jawa. Raja Singosari, Prabu Kertanegara marah besar ketika diminta tunduk dan membayar upeti. Tak peduli Dinasti Yuan sangat digdaya, menguasai seluruh daratan Asia, Kertanegara memotong telinga Meng Qie komandan pasukan China itu dan mengirim pesan keras, menonak tunduk !!!

Ekspedisi kedua 1293 sudah merupakan invasi militer, datang dalam jumlah besar, 30.000 pasukan. Raden Wijaya, menantu Kertanegara, dengan siasatnya berhasil mengusir tentara Kaisar Kubilai Khan tersebut dan membunuh 3.000 di antaranya.

Setelah pertempuran hebat itu Raden Wijaya lalu mendirikan Majapahit dan membangunnya besar-besaran untuk memastikan tentara China harus berfikir ulang jika ingin datang lagi. Majapahit pun giat meluaskan wilayah kekuasaannya, dan benar-benar berjaya di masa Hayam Wuruk. Seluruh Nusantara berhasil disatukan, bahkan meliputi Malaysia dan Fathani (Thailand).

Lalu siapa yang sesunguhnya lebih Ksatria dan patriotik membela tanah air, nenek moyang kita atau kita sekarang?? Siapa yang sesungguhnya lebih punya visi menjaga bangsa, nenek moyang kita atau kita sekarang?? Siapa yang sesungguhnya lebih cerdas melindungi kekayaan Ibu Pertiwi, nenek moyang kita atau kita sekarang?? Aaayoo jaawaaaab ….!

Lebih dari dua ratus tahun Raden Wijaya dan keturunannya menjaga Nusantara dengan menyatukannya dalam Negara Kerajaan Majapahit. Konflik internal dan pengkhianatan sang mahapatih menjadi biang keruntuhan Majapahit di awal tahun 1500-an Masehi.

Pasca Majapahit muncul adidaya baru bernama Demak Bintoro. Didirikan oleh Raden Fatah, seorang Pujakesuma (putra Jawa kelahiran Sumatera) yang konon masih keturunan Prabu Brawijaya V. Sunan Ampel, Sunan Kudus dan Sunan Bonang adalah wali songo yang menjadi guru dan mentor langsung bagi sang murid Raden Fatah, membuka hutan Glagah Wangi dan mendirikan kerajaan. Dengan cepat kekuasaan Demak membentang sampai ke ujung Timur Jawa, Banyuwangi.

Tak kalah perkasa dari Majapahit, pada tahun 1511 armada laut Demak berangkat dari Pantai Demak menuju negeri Hang Tuah di semenanjung Malaysia, menggempur Portugis yang sudah menguasai Kesultanan Melayu. Kejayaan maritim Demak belum terulang hingga kini, setiap bulan galangan kapalnya di Semarang mengeluarkan 200 unit kapal baru.

Paling monumental adalah saat 1527 Demak bersama Kesultanan Cirebon dan Banten binaan Sunan Gunung Jati, mengepung dari darat dan laut lalu menghancurkan benteng canggih Portugis di Teluk Jakarta. Portugis lari jauh ke Timur tak pernah kembali.

Itu baru sebagian dari sekian banyak ksatria penjaga Nusantara ini brother. Di setiap zaman selalu ada ksatria-ksatria yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi. Mereka tak sekedar kuat dan pemberani tapi juga sangat cerdas dan cermat. Sadar betul tentang apa yang harus dilakukan terkait eksistensi suku bangsanya dan kekayaan negerinya.

Asing Arab, Gujarat, China, dan asing Eropa silakan datang. Berdagang baik-baik, berkelakuan baik-baik dan beritikad baik, akan disambut baik-baik pula. Yang betah, kerasan silakan stay dan menikah berketurunan di sini. Adapun yang serakah, penipu, perusak, merampok dan menjajah, maka silakan angkat kaki, ataoe dioesir dengan perang bersendjata.

Para ksatria adalah putra-putri ber-gender jantan dari Ibu Pertiwi, yang bertakdir menjadi anak-anak bangsa penjaga Nusantara. Pun kadang harus berhadapan dengan saudara berkelamin tak jelas yang kecanduan happy-happy, yakni para pengkhianat, proxy-proxy berkulit sawo matang, raja-raja tega penjual bangsa dan negara demi sepotong syahwat.

Para ksatria zaman now nyatanya telah menampakkan jati dirinya, terpelajar dan sangat militan. Mengalir bagai air yang tenang tapi tak bersedia dibendung-bendung, tak mau dipasung muslihat birokrasi dan formalitas. Mereka terus menerobos menemukan jalannya. Semangatnya bagai nyala api yang merambat menerangi setiap sudut dan menghangatkan hawa nafas di ruang dada.

Kemunculannya fenomenal, mengejutkan seantero negeri. Hukum alam pun bergulir. Pressure dan intimidasi datang silih berganti. Tapi semuanya bukan tanding mereka. Jejatuhan martir di fase itu hanya seperti bunga-bunga berserakan di awal pergantian musim. Alami saja.

Apakah mereka tidak bisa mengepung dan menengelamkan dalam lautan manusia, Istana Negara atau Mabes Polri, KPK, MA atau Kejagung?? Tentu saja sangat bisa. Tapi sekali lagi bukan semua itu yang mereka anggap lawan. Bukan!!!

Mata pandang dua satu dua yang sesungguhnya tertuju pada gerakan-gerakan besar dan sangat jahat yang ada di balik kegelapan.