Berita  

Tagih Janji Menkeu Kredit Murah Rp1,5 Triliun, Said Aqil Sindir soal Pilpres

Ngelmu.co – Tagih janji kredit murah senilai Rp1,5 triliun yang dilontarkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, turut menyindir soal Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Ia mengatakan, janji tersebut tertuang dalam nota kesepahaman antara PBNU dan Kementerian Keuangan.

“Pernah kami MoU dengan Menteri Sri Mulyani, katanya akan menggelontorkan kredit murah Rp1,5 triliun,” tuturnya, saat berpidato di acara wisuda mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), di Parung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/12).

“Ila hadza yaum, sampai hari ini, satu peser pun belum terlaksana. Ini biar tahu Anda semua, seperti apa pemerintah ini,” sambungnya.

Video berdurasi 32 menit 2 detik itu, diunggah oleh kanal YouTube, NU Channel, Ahad (15/12).

Ketika mengatakan warga NU hanya bisa bangga, karena menjadi ormas Islam terbesar di Indonesia, Said pun mengakutpautkannya dengan Pilpres.

“Paling kita bisanya cuma NU mayoritas, 91 juta (jiwa). Itu komparatif namanya. Tapi kompetitif, tidak bisa fastabiqul khairat. Belum bisa musabaqoh, belum bisa balapan,” ujarnya.

“Makanya, jangan salah. Jangan salahkan siapa-siapa, kalau ketika Pemilu, ketika Pilpres suara kita dimanfaatkan, tapi setelah selesai kita ditinggal,” imbuh Said.

Baca Juga: Soal Uighur, Media Asing Ungkap Adanya ‘Rayuan’ China ke Ormas Islam RI

Selain menagih janji Menkeu, Said juga menyoroti ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.

Menurutnya, kekayaan alam Indonesia yang melimpah, hanya dinikmati oleh sekelompok orang.

“Sekelompok kecil, menikmati kekayaan alam yang sangat luar biasa. Freeport, uranium, apalagi batubara. Semua akan dihabisi oleh segelintir orang saja,” kata Said.

Ia juga meniyinggung soal toleransi ekonomi, proyek-proyek besar pemerintah yang dinikmati, juga oleh segelintir orang saja.

“Yang belum ada adalah toleransi dalam ekonomi, harmoni dalam ekonomi,” tutur Said.

“Harmonis dalam beragama, harmonis dalam bermasyarakat, sudah kami lakukan. Tapi harmonis dalam ekonomi, masih jauh panggang dari api,” lanjutnya.

Hal itu terjadi, kata Said, karena ada oknum yang memonopoli proyek-proyek pemerintah.

Ia pun mempertanyakan, di mana letak pemerataan ekonomi, guna mencegah harta dinikmati oleh orang yang itu-itu saja.

“Setiap proyek besar pasti bukan Haji Hasan, bukan Haji Muhammad. Pasti yang mendapat proyek besar bukan kita, bisa dibacalah,” singgungnya.

“Sampai kapan seperti ini? Wallahu a’lam,” sambung Said.