Ukuran Program Pengentasan Kemiskinan Jokowi: Makan 2 Kali Sehari

Pengentasan Kemiskinan

Ngelmu.co – Ukuran dari program pengentasan kemiskinan yang digalakkan pemerintahan Jokowi adalah kemampuan seseorang untuk makan 2 kali sehari. Hasilnya, dari data Badan Pusat Statistik atau BPS, jumlah orang miskin berkurang.

Banyak pihak yang menyatakan bahwa program pengentasan kemiskinan yang digalakkan pemerintahan Jokowi gagal, sebabnya program pengentasan kemiskinan itu hanya mengukur status orang miskin dari kemampuan makan dua kali sehari.

Salah satunya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad. Dika menuturkan bahwa jika ukuran orang miskin hanya dari ketidakmampuan memenuhi makan dua kali sehari, maka program-program pengentasan kemiskinan diyakini sudah salah sasaran dan menimbulkan kegagalan.

Dika menyatakan keheranannya soal metode menghitung jumlah penduduk miskin yang hanya dilihat dari kemampuan penduduk tersebut untuk makan 2 kali sehari. Terkait pernyataan BPS yang telah menyampaikan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia berkurang dianggap hal wajar oleh Dika karena metode menghitung jumlah penduduk miskin yang penuh akal-akalan tersebut.

“Ya jelas saja berkurang, karena metode menghitung jumlah penduduk Miskin di Negeri ini penuh akal-akalan. Masa yang disebut miskin kalau dalam sehari hanya mampu makan 2 kali? Ukuran apaan itu?” ujar Dika dalam keterangannya yang dikutip dari Rmol.

Baca juga: Sudirman: Saya Ingin Jadi Gubernur Orang Miskin

Dika menyebutkan bahwa garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS hanya mencukupi kebutuhan satu kali makan sehari untuk satu orang. Oleh karena itu setiap orang yang sehari mampu makan dua kali, dinyatakan tidak masuk dalam kategori orang miskin oleh BPS. Sehingga, mampu makan 2 kali sehari tidak dimasukkan dalam program pengentasan kemiskinan.

“Dengan begini tidak perlu dicatat sebagai sasaran penerima program pengentasan kemiskinan,” tegas Dika.

Menurut Dika, hal tersebut sangat jelas sekali memperlihatkan perhitungan yang sangat tidak masuk akal.

“Masa iya, orang yang mampu makan dua kali sehari dianggap tidak miskin? Dan tidak perlu menerima program dari pemerintah, agar kesulitan hidupnya dapat diatasi. Ini benar-benar gila,” kritiknya.

Dika menjelaskan bahwa, garis kemiskinan versi pemerintah Rp 401.220 per bulan atau bila dikonversi menjadi 0,95 dolar AS per hari.

Ukuran ini jauh di bawah standar resmi garis kemiskinan internasional yang ditetapkan Bank Dunia, yakni sebesar 2 dolar AS per hari. Bila dikonversi dalam rupiah menjadi Rp 840 ribu per bulan. Maka berdasarkan garis kemiskiman Bank DUnia terdapat lebih dari 100 juta jiwa atau 39 persen penduduk Indonesia masuk ketegori miskin.

“Sebegitu banyaknya orang miskin Indonesia, kok bisa-bisanya dibilang turun jumlahnya? Malah cuma diukur dari kemampuan makannya kurang dari dua kali sehari,” kata Dika.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bangga memamerkan data statistik kemiskinan terbaru yang dirilis BPS. Sri Mulyani mengklaim bahwa capaian tersebut yang pertama dalam sejarah.

Sri Mulyani menyatakan bahwa persentase kemiskinan pada Maret 2018 tercatat sebesar 9,82 persen terhadap jumlah penduduk. Angka tersebut turun dari persentase pada September 2017 yang mencapai 10,12  persen.

Sri Mulyani dengan bangga menyatakan bahwa prestasi ini tidak bisa dicapai oleh beberapa era pemerintahan sebelumnya. Beberapa era pemerintah sebelumnya, menurut Sri Mulyani, belum pernah berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga di bawah 10 persen terhadap jumlah penduduk.

Sri Mulyani pun sempat menyoal pada masa pemerintahan Soeharto yang baru mendekati angka 10 persen saat sudah memasuki repelita kelima, tapi harus terkena hantaman krisis moneter pada 1998 yang mengakibatkan angka kemiskinan melonjak ke kisaran 24 persen pada 1998. Capaian terbaik Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto hanya mencapai 11,3 persen dari jumlah penduduk.

Sri Mulyani pun menyinggung pada saat masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sri Mulyani mengklaim bahwa saat dirinya menjabat menkeu di era SBY, angka kemiskinan kala itu berada stagnan di kisaran 14-17 persen.