Berita  

Bahaya Kebocoran Data, Mengapa Justru Nampak Biasa?

Kebocoran Data eHAC
Foto: Antara/Andi Firdaus/Pri

Ngelmu.co – Begitu banyak bahaya yang akan timbul akibat kebocoran data. Namun, mengapa hal ini berulang, dan justru nampak biasa?

Pasalnya, sebelum data 1,3 juta pengguna aplikasi eHAC [electronic Health Alert Card] bocor, peristiwa serupa sudah pernah terjadi.

Pada Mei lalu, sekitar 279 juta data warga Indonesia [termasuk yang telah wafat], diduga diretas, bahkan dijual di forum daring.

Data tersebut, diduga berasal dari badan penyelenggara layanan kesehatan, BPJS Kesehatan.

Pada Mei 2020, sekitar 2,3 juta data kependudukan warga Indonesia, juga diduga bocor.

Tepatnya, mereka yang memuat nomor induk kependudukan (NIK), dan nama, serta alamat lengkap.

Kebocoran itu kemudian dibagikan lewat forum komunitas hacker, yang sumbernya diduga dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mundur ke 2019, situs jual beli online Bukalapak, juga mengaku mendapat serangan dari peretas, hingga menyebabkan data pribadi 13 juta akun penggunanya bocor.

Maka wajar jika pakar keamanan siber sekaligus Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, protes keras.

Ia mengatakan, bahwa rangkaian peristiwa di atas menjadi bukti, masih banyak pihak yang tidak belajar dari pengalaman.

“Kebocoran data ini puncak gunung es dari masalah keamanan siber nasional kita. Jadi, kita masih banyak belajar,” tegas Ardi.

“Kalau keamanan siber tidak menjadi prioritas, tentunya yang namanya keamanan data juga akan menjadi tidak prioritas,” sentilnya.

Lebih lanjut, Ardi, menilai kementerian-kementerian, juga lembaga-lembaga negara, masih menggunakan infrastruktur kritis pengolahan data [memakai sistem dan tekonologi yang lama].

“Karena kalau mau mengolah data secara optimal dengan fitur-fitur keamanan yang optimal, ya, tentu mereka harus investasi,” jelas Ardi.

“Mereka harus pengadaan yang tentunya tidak murah, itu baru dari sisi teknologinya,” imbuhnya.

“Belum lagi dari sisi SDM-nya. Berapa orang di kementerian kesehatan, atau siapa pun yang mengembangkan aplikasi itu mengerti tentang security?”

“Jadi, ada dua faktor. Satu masalah teknologi yang sudah lewat waktu. Kedua, masalah SDM,” papar Ardi.

Halaman selanjutnya >>>

Lambatnya respons…