Opini  

Komentar terhadap Dua Video yang Merekam Insiden Bullying di CFD Thamrin

INSIDEN BULLYING

 

Kampanye gerakan #2019gantipresiden, khususnya dalam wujud para pengguna kaos yang membanjiri kegiatan Car Free Day alias CFD pada hari Ahad 29/04/2018 kemarin di Jalan Thamrin Jakarta perlu mendapat perhatian kita.

Secara umum, keramaian percakapan warganet di atas awan mulai memperlihatkan hasilnya dalam gerakan kultural yang bersifat sukarela itu.

Analisis sebagian pihak bahwa gerakan kultural 212 sedang bertransformasi menjadi gerakan kultural serupa dengan tema #2019gantipresiden nampaknya memang didukung oleh hasil pengamatan yang obyektif dan proporsional, sehingga membuat penguasa dan komplotannya galau bahkan gentar.

Reaksi awal para penguasa dan komplotannya adalah memproduksi tagar, kaos dan mobilisasi massa tandingan.

Namun gagal, karena tak mampu melawan tagar #2019gantipresiden yang menyimpan _elan vital_ gerakan kultural yang dasyhat.

Gagal karena para penguasa dan komplotannya menari mengikuti gendang lawan, kata sebagian orang.

Dalam CFD Thamrin kemarin, dua insiden bullying terhadap pengguna kaos yang berbeda sedang digarap untuk *mengotori* dan/atau mengalihkan citra gerakan kultural #2019gantipresiden menjadi intoleransi, antidemokrasi, dan politisasi CFD.

Satu dari dua insiden yang melibatkan korban bullying itu adalah hasil olahan video amatir mengenai seorang perempuan dengan anaknya yang masih kecil, nampaknya dipilih oleh sang penggarap karena potensial untuk menancapkan pesan pengotoran dan pengalihan citra terhadap gerakan kuktural itu, yang lalu dibahas sebagai wujud intoleransi kaum mayoritas terhadap minoritas.

Perhatikan ucapan si ibu pada bagian akhir tayangan itu : “… muslim macam apa kalian ini ?”.

Insiden lain, yang video amatirnya juga digarap oleh komplotan itu, memperlihatkan seorang lelaki berkaos putih dengan tulisan dia sibuk bekerja sedang dikerubuti oleh beberapa orang berkaos #2019gantipresiden yang mengipas-ngipaskan uang kertas , hampir semua berwarna merah.

Narasi video pendek itu hendak menebarkan pesan bahwa bahwa sang lelaki sedang dipaksa oleh orang-orang yang mengerubutinya agar mengaku bahwa ia memakai kaos bertuliskan dia sibuk bekerja karena dibayar.

Intoleransi dan antidemokrasi, begitu komentar sebagian pemirsa videoklip itu.

Namun, menurut cerita pembuat video, si lelaki tetap membantah.

Intoleransi, antidemokrasi dan politisasi car free day; begitulah pengotoran atau pengalihan pesan gerakan kultural #2019gantipresiden yang sedang ditebarkan.

Saya berpendapat, para juru bicara gerakan kultural #2019gantipresiden tidak perlu membantah insiden tersebut secara gegabah atau mengecilkan atau mengabaikan kasusnya.

Pertama dan utama, perlihatkanlah empati kepada mereka yang digarap oleh video itu, bahwa mereka bertiga adalah salah satu akibat sampingan dari suatu kerumunan alias _crowd_ yang menurut teori sosial, niscaya menuntut keseragaman dan kepatuhan terhadap setiap orang yang berada dalam kerumunan itu.

Empati itu perlu dilengkapi dengan perluasan wawasan dan kesadaran bagi para pemirsa bahwa tindakan melibatkan diri (termasuk melibatkan anak-anak) dalam kegiatan yang bersifat kerumunan atau yang sejenisnya memang mengandung resiko bullying, intimidasi atau resiko-resiko lain yang lebih serius.

Setelah ungkapan simpati yang tulus dan ikhlas itu disampaikan, sudut pandang hukum perlu dipakai oleh para juru bicara untuk menanggapi sebaran videoklip mengenai insiden tersebut.

Polisi perlu didorong untuk memulai penyelidikan pro-justisia tanpa menunggu laporan dari tiga orang korban tindakan perundungan oleh beberapa orang yang hadir dalam kerumunan massa CFD 29/03/2018 di Jalan Thamrin itu.

Last point, jika dianggap sangat perlu, perdebatan mengenai teori dan praktek toleransi, demokrasi yang substansial serta politisasi kegiatan non-politis boleh dilakukan; sepanjang para juru bicara tersebut menguasai masalah-maslah tersebut dan sejarah yang terkait secara meyakinkan.

Jika belum siap, serahkan saja perdebatan itu kepada para ahli yang sejalan dengan kampanye #2019gantipresiden.

Begitu ?

Allahu’alam bishshowwaab.

Suryama M.S.
30/04/2018

Diketahui bahwa aksi dari massa #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja pagi pagi tadi ternoda. Sebuah video menampilkan seorang ibu berkaus #DiaSibukKerja dan anaknya mendapat dugaan intimidasi dari beberapa massa berkaus #2019GantiPresiden. Video tersebut diketahui diunggah oleh Ketua DPP PSI, Tsamara Amany, pada akun Twitternya.

Di tengah hiruk pikuk aksi massa #2019GantiPresiden di car free day (CFD) di kawasan Bundaran HI, Minggu (29/4), puluhan massa mengerumuni seorang ibu yang sedang berjalan dengan anak laki-lakinya. Di antara massa itu meneriakkan kata-kata dugaan intimidasi yang diarahkan ke ibu tersebut.