Opini  

Mari Jaga dan Rawat Bersama Rumah Kita

Disarikan dari Tausiyah Dr. Salim Segaf Al Jufri di MD Building

Ikhwah fillah, hidup kita ini ibarat tali yang sangat panjang, dan kita hanyalah 5 cm bagian dari tali itu. Umur kita sangatlah pendek. Semoga waktu hidup kita yang sangat singkat ini bisa bermanfaat.

Jika kita perhatikan, setiap hari kita menjumpai tiga hal berikut ini. Pertama, setiap hari kita mendapat kenikmatan yang diberikan Allah. Kedua, setiap hari kita melakukan dosa. Ketiga, setiap hari kita mendapat cobaan.

Pertama, setiap hari kita mendapatkan kenikmatan dari Allah

Sungguh kita tidak bisa menghitung nikmat Allah. Setiap hari sangat banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita semua.

Untuk itulah dalam berdoa ada adab yang semestinya kita penuhi. Hendaknya kita sebut dulu nikmat Allah baru kita meminta. Jangan hanya pandai meminta, namun kita sebutkan juga nikmat yang telah kita dapatkan. Ini sebentuk pengakuan dan kesyukuran atas nikmat yang telah Allah berikan.

Sikap kita terhadap nikmat sudah dicontohkan oleh Nabi Sulaiman As. Beliau menyatakan _hadza min fadhli Rabbi linabluwanni am asykur am akfur._ Ini semua adalah karunia dari Allah, untuk menguji aku apakah aku akan bersyukur atau aku akan kufur.

Jangan sampai seperti Qarun yang menyatakan _innama utitum ala ilmin indi._ Merasa semua kekayaan adalah dari dirinya. Semua harta didapatkan dari kepandaiannya dan dari usahanya sendiri. Ini menandakan orang seperti Qarun lebih mengutamakan dunia, sangat mencintai dunia. Jangan sampai kita memiliki sifat seperti itu.

Ada kisah inspiratif pada Perang Uhud. Saat pasukan pemanah turun dari gunung, Ibnu Mas’ud mengatakan, “Baru sekarang saya tahu bahwa sebagian di antara kami ada yang mencintai dunia dan sebagian di antara kami ada yang menghendaki akhirat”. _Minkum man yuriduddunya wa minkum man yuridul akhirah._

Ikhwah fillah, berbagai kenikmatan yang Allah berikan kepada kita, kalau tidak dijaga dengan kesyukuran, bisa hancur dan rusak. Syukur adalah salah satu sebab tidak akan diturunkan adzab. Bahkan salah satu nama Allah adalah Asy Syakur, maha berterima kasih. Dengan syukur, akan mampu melipatgandakan pahala yang luar biasa.

Semua kita prihatin –-bahkan pada diri kita sendiri—jika ada benih ghurur, jika merasa bisa mendapatkan kemenangan semata-mata dari popularitas yang dimilikinya sendiri. Padahal kemenangan semuanya dari Allah, melalui kerja keras semua ikhwah. Seseorang di antara kita, bisa mendapat posisi publik yang hebat, karena bergabung dengan barisan ini. Dari rumah ini. Dia tidak bisa menang sendiri. Maka rumah ini harus kita jaga bersama. Jangan sampai ada yang berusaha untuk membuat rumah ini rusak dan hancur. Mari kita rawat dan kita jaga bersama-sama.

Sesungguhnyalah yang terjadi sebelum semua krisis pada sebuah bangsa, adalah krisis hati. Krisis dalam bentuk ketidakmampuan bersyukur.

Ada kisah tentang seorang anak yang sering berbuat nakal. Saking nakalnya, ia diusir oleh ibunya. Ia pun pergi dari rumah. Berjalan kaki sampai jauh. Hingga akhirnya ia merasa lapar. Si anak melihat ada warung makan, ia pun mendekat. Ia hanya berdiri saja di depan warung. Ingin membeli makanan, namun tidak punya uang. Melihat anak kelaparan di depan warungnya, ibu pemilik warung merasa kasihan. Ia berikan satu piring bakmi kepada si anak.

Setelah makan, si anak berterima kasih. “Ibu baik banget, mau memberi makan kepada aku. Tidak seperti ibuku, ia jahat”.

Kata ibu penjual, “Kamu salah, Nak. Aku hanya memberikan satu mangkuk bakmi kepadamu. Sedangkan ibumu sudah memberi kamu makan setiap hari, bahkan sejak kamu masih dalam kandungan. Pulanglah Nak”.

Ia pun pulang. Ternyata di rumah si ibu sudah menunggu. “Ayo masuk, Nak. Dari tadi ibu menunggu kamu. Ibu sudah siapkan makanan untukmu”. Begitulah kondisi banyak kalangan manusia. Sangat mudah tergoda oleh sedikit pemberian orang lain, padahal ibunya telah memberikan banyak hal selama ini.

Ada kisah pula, tentang sepasang suami istri memiliki satu anak kecil, yang sedang sakit parah. Si anak diajak pergi berobat ke berbagaitempat; namun tidak juga sembuh. Mereka berdua terus berusaha, “Tidak peduli kalaupun harta kita habis, yang penting anak kita bisa sembuh”. Pertanyaannya adalah, dimana orang tua itu saat si anak sehat? Dia tidak mensyukuri nikmat sehat, baru bingung setelah si anak sakit.

Sungguh, setiap hari kita mendapatkan kenikmatan yang sangat banyak dari Allah, maka hendaklah kita selalu bersyukur.

Jika jama’ah diibaratkan sebagai ibu yang melahirkan kita, maka kita ingat pepatah al ummu madrasatun. Ibu diibaratkan sebagai madrasah, dalam artian yang luas. Menjadi seorang ibu, bermula dari anak perempuan yang kecil. Kemudian ia tumbuh dewasa dan menjadi istri, dan akhirnya menjadi ibu. Jika ada anak yang membenci ibu, kondisi anak itu sungguh sangat menyedihkan. Karena ia tidak ada di dunia, melanikan melalui ibu. Demikian pula kita bisa hadir di pentas dakwah, karena ada ‘ibu’ yang ‘melahirkan’ kita.

Pada dasarnya, kita bergabung dalam barisan dakwah ini, bukan hanya secara fisik saja, tapi juga hati, pikiran kita dan semua potensi diri kita. Kita memasuki madrasah ruhiyah, madrasah fikriyah, madrasah jasadiyah dan lain-lain.

Kita bergabung dalam jama’ah adalah untuk saling memberi syafa’at. Ibnu Jauzi pernah menyatakan, “Jika kelak kalian tidak menjumpai aku di surga, tolong cari aku, dan sampaikan kepada Allah, bahwa aku selalu mengingatkan kami semua kepada Allah”.

Para ulama menyatakan, jika hatimu bersih, Allah akan berikan cahaya kepadamu. Jika hatimu bersih, manusia akan mencintai kamu. Bahkan semua yang kamu inginkan akan datang, tanpa kamu ketahui dari mana itu semua. Karena Allah yang memberikannya kepada kamu.

Kedua, setiap hari kita melakukan dosa

Tidak ada manusia tanpa dosa. Setiap hari kita berdosa, oleh karena itulah kita harus selalu berusaha membersihkan diri dengan istighfar. Allah Ta’ala telah menyatakan, _“Wama kanallahu mu’adzdzibahum wahum yastaghfirun”_, bahwa Allah tidak akan mengadzab suatu kaum sedangkan mereka selalu istighfar.

Istighfar mampu menghalangi kita dari adzab. Hendaknya semua dari kita selalu merutinkan dan merajinkan diri untuk memperbanyak istighfar, terutama lagi pada waktu-waktu yang istimewa. Al Qur’an menyatakan, “Wa bil ashari hum yastaghfirun”, pada ayat yang lain “Wal mustaghfirina bil ashar”. Ternyata waktu yang ditunjuk oleh Allah adalah waktu di akhir malam.

Mari kita selalu berusaha untuk memperbanyak pahala kebaikan, dan jangan sampai memperbanyak dosa di antara kita. Jika engkau tidak mampu memberikan kebaikan kepada saudaramu, janganlah memberikan kemudharatan. Jika engkau tidak bisa memujinya, jangan menjelekkannya. Jika engkau tidak bisa membahagiakannya, jangan sampai menyengsarakannya.

Sungguh, setiap hari kita melakukan dosa, maka hendaknya memperbanyak dan merutinkan istighfar.

Ketiga, setiap hari kita mendapatkan ujian

Setiap hari, kita mendapatkan ujian. Bahkan, sebagian kita menjadi ujian bagi sebagian yang lain, sebagaimana firman Allah, _“Wajalna ba’dhakum li ba’dhin fitnah. Atashbirun”._ Allah telah menjadikan sebagian dari kamu menjadi firnah atas sebagian yang lain. Atashbirun, maka apakah kamu bersabar?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu mendapatkan ujian dari orang-orang di sekitar kita. Dalam hidup berumah tangga, cobaan bagi suami adalah istri. Cobaan bagi istri adalahh suami. Cobaan bagi orang tua adalah anak. Cobaan bagi parpol adalah parpol yang lain. Sangat banyak cobaan yang kita hadapi setiap hari, dari dalam maupun dari luar. Karena hidup memang bermakna cobaan.

Seorang suami yang tidur mendengkur. adalah cobaan bagi istri. Hendaknya selalu disyukuri, karena hal itu menandakan ia masih punya suami. Seorang istri yang cerewet adalah cobaan bagi suami. Hendaknya hal itu disyukuri karena hal itu menandakan ia masih punya istri. Jika setiap hari harus bekerja mengepel rumah, hendaknya disyukuri, karena itu menandakan mereka punya rumah. Kalau tidak punya rumah, apa mau mengepel jalan?

Sungguh, setiap hari kita mendapatkan ujian, maka hendaknya kita bersabar.

Penutup

Sejauh mana kecintaan kita kepada Allah, sejauh itu pulalah kecintaan masyarakat akan diberikan kepada kita. Jangan berharap kecintaan ummat akan banyak diberikan kepada kita, jika kita hanya sedikit mencintai Allah. Maka kuatkan dan besarkan kecintaan kepada Allah.

Demikian pula, sejauh mana kecintaan kita kepada dakwah, ini yang akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam dakwah. Semua harus kita landasi oleh kecintaan yang besar kepada Allah.

Setelah kita selalu menguatkan hubungan dengan Allah, usaha-usaha kemanusiaan kita harus selalu dibangun. Salah satunya adalah membangun komunikasi dengan masyarakat. Komunikasi memiliki peran yang sangat penting, dan di setiap daerah berbeda-beda cara komunikasinya. Bagaimana berkomunikasi agar masyarakat mencintai dan mendukung PKS.

Gambaran berikut ini bisa menjadi pelajaran betapa penting cara berkomunikasi. Orang buta menggelar tikar di pinggir jalan dan duduk bersila. Ia menghadap kotak bantuan dan membuat tulisan : “Saya buta, bantu saya”. Ternyata tidak banyak orang memberi bantuan. Seseorang datang dan mengganti tulisan tersebut, “Ini hari indah, namun saya tidak bisa melihat”. Dengan tulisan itu, ternyata sangat banyak yang membantu. Bahasa komunikasi, menentukan hasilnya.

Ikhwah fillah, semoga semua langkah dakwah kita mendapatkan keberkahan dari Allah, agar selalu berkhidmat untuk rakyat, dan semoga kita mendapatkan bimbingan dari Allah untuk memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa dan negara.