Opini  

Memahami Keberpihakan Tanah Abang

Oleh: Iwan Balau

Penataan Tanah abang baru 2 hari di jalankan namun sudah banyak kecaman. Bukan hanya dari publik yang biasa menggunakan jalan jati baru, tapi juga dari pengamat dan juga dari Kemendagri. Heran juga, kok kemendagri mencampuri urusan yang bukan wewenang dia, yang jadi wewenangnya malah di jalankan dengan keputusan sepihak (pencoretan tim TGUPP). Ya..itulah kemendagri JAMAN NOW.

Banyak protes yang terjadi dan sudah di petakan dari mana saja protes atas penataan jalur jati baru ini.

1. Pengemudi angkot yang melintasi jalan jati baru
2. Para pedagan di tanah abang
3. PKL yang tidak mempunyai KTP DKI
4. Warga yang tinggal di sepanjang jalan jati baru (ada 6 RW)
5. Pengusaha ekspedisi yang tidak bisa lakukan bongkar muat

Sebelumnya kita pahami dulu maksud pemprov DKI menata tanah abang adalah untuk mengurai kemacetan yang sering terjadi juga adanya KEBERPIHAKAN pada PKL. Selama ini dengan kebijakan gubernur sebelumnya, pihak PKL selalu di salahkan atas permasalahan yang ada di tanah abang. Kejar-kejaran dengan pol PP adalah pemandangan yang biasa. Selain itu keterlibatan oknum preman dan juga institusi POL PP membuat keberadaan PKL ini seperti sapi perah yang mati segan hidup tak mau. Mereka di larang berjualan, namun di lain pihak mereka di minta setoran dalam jumlah tertentu untuk boleh berdagang.

Temuan Ombudsman sudah merilis video pembuktian bahwa ada praktek suap yang melibatkan 3 pihak di tanah abang. Antara PKL, Preman, dan PP terlibat praktek persekongkolan terselubung. Bila ini terus di pelihara maka tanah abang akan jadi lahan basah pihak2 yang bermain.

Anies hadir membawa perbedaan, dia tidak mau mengusir PKL dan mencoba fasilitasi mereka dengan mengubah skema di jalan jati baru. Jalan sepanjang 400m tersebut di tata dan di khususkan hanya untuk para pejalan kaki, PKL dan jalur bus Trans jakarta. Kebijakan yang di ambil anies ini pasti akan membawa dampak negatif bagi sebagian pihak yang berinteraksi dengan jalan tersebut. Saat anies berlakukan kebijakan ini, anies ingin melihat dulu dalam 1 pekan ini apa saja dampaknya dan bagaimana hasilnya.

Anies butuh pihak yang protes agar mengetahui dimana kekurangan kebijakan ini, kekurangan itu bukan berarti kebijakan ini akan di hentikan, namun akan di cari jalan keluar bersama sehingga WIN-WIN SOLUTION akan tercipta.

Untuk pihak angkot yang merasa di rugikan atas kebijakan ini, mungkin perlu di cari juga berapa persen pendapatan angkot ketika melintasi jalur tersebut. Berapa penumpang yang mereka dapatkan dan berapa kerugian mereka jika di hitung dari pemasukan per-hari. Gak logis bila alasan itu di keluarkan ternyata pendapatan mereka ketika melintasi jalan tersebut hanyalah dibawah 30%. Jalan tersebut hanya berjarak 400m. Bila berjalan dengan kecepatan 10Km/jam, jalan 400m hanya habiskan waktu kurang dari 5 menit saja. Naik turunya penumpang saat gunakan angkot bisa di lakukan di tempat yang di jadikan sebagai chek point angkot melakukan penurunan penumpang yang hendak ke jati baru atau dari jati baru. Akan ada ruang diskusi bersama antara pemprov DKI dan sopir angkot untuk melakukan dengar pendapat dan mencari solusi atas masalah ini.

Para pedagang di tanah abang mengeluhkan omset mereka menurun, sebaliknya PKL yang mendapat fasilitas mengalami kenaikan omset saat mereka di berikan tempat. Kembali data akan berbicara untuk membuktikan hal ini. Jumlah PKL yang terdaftar dan terverifikasi adalah 400 pedagang, sedangkan jumlah pedagang di tanah abang ribuan banyaknya. Lapak PKL hanyalah berukuran 2x2m dengan sebuah tenda yang memayungi mereka, dengan ukuran sebesar itu mereka gak akan bisa menampung banyak barang yang di jual. Mereka hanya menjual barang spesifik saja. Alasan kerugian pedagang di blok dalam kurang logis juga jika keberadaaan PKL yang hanya 400 orang tersebut menggerus omset mereka.

Bukankah selama ini PKL selalu ada dari jaman tanah abang berdiri? Mengapa kerugian ini hanya saat kebijakan anies di bunyikan? Seharusnya pedagang di bagian dalam bisa melihat ini sebagai solusi yang menguntungkan bersama. Para PKL pasti menghambil barang pada pedagang di dalam, bekerja samalah dengan PKL untuk menjual barang tersebut dengan mengambil margin keuntungan. Dulu PKL selalu di uber2 Pol PP, banyak hutang yang di tinggalkan PKL ketika mereka mengambil barang pada pedagang di dalam. Sekarang, mereka di berikan tempat dan pastinya ada simbiosis mutualisme ketika tidak ada lagi pengusiran atas keberadaan PKL. Jadikan PKL sebagai tenaga marketing pedagang didalam dengan skema kerja sama yang cantik.

Untuk PKL yang tidak memiliki KTP jakarta, ini memang masalah yang berat ketika peraturan mendapatkan tempat harus memiliki KTP jakarta. Mereka harus terima ketika gubernur jakarta kebih mendahulukan warganya di bandingkan warga NON DKI. Karena gubernur pastinya harus melaksanakan amanat pemilihnya yaitu warga DKI. Mungkin solusinya mereka di berikan tempat, namun bukan di daerah itu, itu juga pastinya akan buat dilema mereka. Karena keinginan mereka adalah berjualan di lokasi jalan jati baru. Inilah polemiknya ketika kebijakan memakan kesempatan warga non DKI.

Ada 6 RW yang protes pada anies karena ketika jalan jati baru di sterilkan dari mobil angkot dan pribadi di jam teretntu membuat aktivitas mereka terhambat. Ada warga yang mempunyai kendaraan pribadi tidak bisa keluar karena kebijakan tersebut. Masuk gak bisa dan keluarpun sama, begitu kata mereka. Hal ini sangat mudah solusinya. Ketua RW harus bisa mendata berapa banyak kendaraan pribadi warganya dan nanti akan ada solusi atasi hal tsb. Misalnya memberikan Stiker khusus pada kendaraan mereka dan bisa melalui jalur jati baru dengan syarat, keberadaan stiker itu jangan di salah gunakan. Bisa jadi akan ada solusi lain dari pemprov setelah adanya dengar pendapat pada pihak2 yang merasa di rugikan.

Terakhir pengusaha ekspedisi mengalami kerugian karena kegiatan bongkar muat tidak bisa di lakukan di jalan jati baru atas kebijakan tersebut. Ini masalah sepele, penutupan jalan hanya pada pukul 08.00 – 18.00. Mereka harus sesuaikan jadwal bongkar muat yang biasanya di lakukan siang hari ke waktu malam hari. Mungkin agak terhambat ketika merubah jadwal tersebut, karena rutinitas yang sudah biasa di lakukan juga dengan jadwal masuk kendaraan dr berbagai daerah ke jakarta. Tapi kalau dilakukan secara bertahap, pasti akan bisa dan akhirnya terbiasa.

Dalam kebijakan ini, ada 2 pihak yang di perhatikan anies. Selama ini pemberitaan mengulas tentang hak-hak pejalan kaki yang di rampas sepihak oleh PKL. Karena lokasi jualan PKL berada di jalur trotoar dimana itu merupakan hak para pejalan kaki. Akibat di pakainya trotoar oleh PKL, maka pejalan kaki merangsak ke arah jalan raya, dan ini menyebabkan kemacetan ketika jumlah pejalan kaki memenuhi jalan dan kendaraan yang keluar masuk jalur itu juga berdesakan, pointnya..KEMACETAN TERJADI.

Anies mengambil langkah dengan tidak mengusir PKL, pejalan kaki dapat manfaatkan trotoar dan akses menuju jalan tersebut terpenuhi dengan adanya rute Trans jakarta. Saya pikir solusi dr anies sudah tepat. Memberikan fungsi alternatif bagi jalan raya yang menjadi sumber kemacetan. Pastinya akan ada keberatan dan kerugian dari pihak2 yang telah di sebut. Namun, keberatan pihak2 itu bisa di atasi apabila ada ruang diskusi untuk mendengar keluhan dan masukan sambil mencari jalan keluar bersama.

Dan untuk kendaraan pribadi yang di larang, sudah saatnya mereka memikirkan juga nasib orang kecil. jangan memikirkan hak sepihak namun hak orang lain yang terlibat di jalan tersebut di abaikan. Keberpihakan yang di jadikan jargon anies ya seperti ini.

Kebijakan anies ini baru berjalan 2 hari, setiap 1 minggu akan ada evaluasi untuk menyempurnakan hasilnya dan meminimalkan kerugian yang ada. Dan buat para pendukung ahok, silahkan kritik anies dengan mengambil pemberitaan pihak2 yang merasa di rugikan. Karena bagus apabila bisa di viralkan sehingga gubernur bisa mengambil langkah cepat mengatasi hal itu.

Kita dukung jika hal itu memang membawa dampak yang baik, menilai kebijakan yang baru berjalan 2 hari dengan katakan itu buruk..kayaknya gak logis. Beri waktu untuk penataan dan menyempurnakan program ini dengan melihat dan mendengar permasalahan yang timbul. Jika masih banyak kerugiannya, maka perlu di evaluasi ulang. Namun jika berjalan bagus…harus di teruskan.

Salam…