Allahu Akbar, Ucapan yang Sangat Dekat dengan Muslim

Allahu Akbar

Ngelmu.co – Keseharian umat Muslim, tentu tak lepas dari ucapan Allahu Akbar—senantiasa dilafalkan dalam sholat—yang mengagungkan serta memuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mengucapkan Allahu Akbar artinya tak hanya percaya Allah Maha Besar, tetapi juga menafikan sekutu atas-Nya.

Penjelasan Imam Hasan al-Askari soal Allahu Akbar:

“Tatkala pelaku sholat mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan Allahu Akbar, dan mengucapkan pujian kepada Allah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan berfirman kepada malaikat-Nya:

‘Wahai para penyembah-Ku, apakah kalian tidak menyaksikan para hamba-Ku, bagaimana mereka membesarkan dan mengagungkan-Ku, dan menyucikan-Ku dari sekutu dan yang menandingi-Ku…

…ia mengangkat tangannya, dan menahan diri dari mengucapkan berbagai ucapan musuh-musuh-Ku yang meyakini bahwa Aku memiliki sekutu…

…kalian Aku jadikan sebagai saksi, bahwa sesungguhnya segera Aku akan membesarkan dan mengagungkannya di rumah keagungan-Ku…

…dan menyucikannya dari berbagai dosa di rumah kemurahan-Ku, dan Aku akan melindungimu dari siksa neraka.”

Muslim, di manapun berada—di seluruh dunia—pasti akrab dengan ucapan tersebut; membawa ketenangan dalam jiwa.

Terdapat dalam azan, begitupun pada sholat, juga termasuk untaian zikir yang sangat dianjurkan.

Hakikat Allahu Akbar, diucapkan oleh insan yang meyakini Tauhid, beriman kepada Allah, dan menyadari keagungan makna kalimat itu dengan baik.

Di antara 99 asmaul husna, terdapat al-Kabir [Yang Maha Besar], dan al-Mutakabbir [Yang Maha Memiliki Keagungan].

Menyiratkan lautan makna tak bertepi, takbir—Allahu Akbar artinya—senantiasa memberi makna baru bagi mereka yang ingin menggoreskan pena; mengungkap berbagai rahasianya.

Dengan memekikkan—penulisan Allahu Akbar الله أَكْبَر—pula, para pejuang kemerdekaan berhasil merebut Tanah Air, dari tangan para penjajah.

Mengorbankan jiwa raga, demi tegaknya kedaulatan negara, hingga terciptanya harkat martabat bangsa. Pengorbanan, demi penerus bangsa.

Sebagaimana jejak Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yang senantiasa bertakbir saat menaklukkan Khaibar.

Anas bin Malik meriwayatkan:

“Di perang Khaibar, Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menegakkan sholat Subuh, sebelum tiba waktu fajar, kemudian menunggangi kudanya dan berkata: ‘(الله أَكْبَر), Khaibar akan takluk’

…dan benar, sesungguhnya kami telah menaklukkan mereka di pagi harinya,” (Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Kitab Shalatul Khawf, BAB at-Takbir wa alGalasi bi as-Subhi wa as-Shalah inda al-Igarah wa al-Harb, Hadits: 947, Halaman: 236).

Di penghujung bulan Ramadhan misalnya, Muslim, membuat ruang langit bergetar dengan bertakbir.

Menggerakkan hati umat, berkumpul, mengumandangkan takbir bersamaan.

Bukan bahagia berpisah dengan Ramadhan, tetapi bersyukur dapat menjalaninya dengan penuh rasa syukur.

Baca Juga: Insya Allah: Penulisan, Arti, Penggunaan, serta Keutamaannya

Di luar bulan suci Ramadhan pun, takbir senantiasa hidup di hati, dikenang.

Namun, pada dasarnya Muslim, mendambakan pertemuan dengan Ramadhan, hingga rasa itu memenuhi tiap sendi kehidupan.

Begitupun ketika Idul Fitri tiba, dengan penuh kegembiraan takbir terus dikumandangkan, tanda syukur atas taufik hidayah-Nya.

Bagaimana di padang Arafah? Jemaah haji—dari manapun asalnya—mengisi langit bumi, dengan gema takbir.

Tujuan mereka satu, amat suci, menyiratkan makna-makna ukhrawi dari pelbagai ibadah haji.

Pakaian putih yang menyiratkan kebersihan fisik dan rohani Muslim taat agama.

Mengingatkan pula soal kematian, pintu menuju akhirat, serta menyamaratakan derajat tiap manusia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tak hanya itu, Allahu Akbar diucapkan ketika Idul Adha, masjid di seluruh dunia, menyemarakkan الله أكْبَر.

Penulisan Allahu Akbar… (الله أَكْبَر)… mungkin ada pertanyaan, mengapa azan dibuka dengan الله أَكْبَر, bukan dengan ucapan lain, seperti سُبْحَانَ الله, atau الحَمْدُ لِله

Jawaban dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli…” (QS. Al-Jumu’ah: 9).

Hakikat Allahu Akbar, bukan hanya mengingatkan waktu shlat, tapi juga terkait segala hal di dunia yang menyibukkan manusia.

Senantiasa ingat, jika Allah, lebih besar dari segalanya.

Apa pun yang kita lakukan dan pelajari, tak akan pernah lebih besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka dengan takbir, manusia dapat kembali mengingat pembagian waktu sholat dan kegiatan duniawi.

Dengan takbir juga, umat Muslim bisa paham, jika sholat adalah sebenar-benarnya tiang agama.

Segala upaya dan kerja keras, akan sia-sia jika kita melupakan Sang Pencipta yang Maha Besar dan Agung.

Kekuatan fisik, pemikiran yang baik, dari mana lagi asalnya jika bukan dari Allah.

Pada waktu sholat itulah, umat Islam, memenuhi rumah-rumah Allah, menghentakkan takbir dari lubuk hati terdalam, khusyuk dan ikhlas.

Arti Allahu Akbar… jika ada yang bertanya, “Kenapa pada takbiratul ihram, kita mengucapkan الله أَكْبَر, bukankah Allah, lebih besar dari segala sesuatu?”

Syekh Mahmud Khalil Khusari menjawab:

“Takbiran itu bermaksud memuliakan Allah, di mana Allah berada, di derajat kemuliaan yang mustahil dicapai oleh siapapun. Dia lebih besar untuk disetarai kebesaran dan keagungan-Nya. Dia-lah zat yang Maha Besar dan Agung.”

Setiap keindahan bahasa kalam ilahi memang menyuguhkan makna nan suci, mengguncang jiwa dan pikiran.

Umat bersujud, melantunkan takbir dengan haru, menemukan nilai-nilai kehidupan, setelah menelaah kedalaman makna kalam ilahi.

Umat pun tak mampu menahan diri untuk tidak ikut serta mengucapkan Allahu Akbar.

Allahu Akbar Kaligrafi

Allahu Akbar Kaligrafi
Allahu Akbar Kaligrafi