Jangan Membuat Musuh Senang!

Jangan Membuat Musuh Senang
Gambar hanya ilustrasi

Ngelmu.co“… sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim,” (QS. Al-A’raf: 150).

فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Penggalan ayat di atas adalah nasihat Nabi Harun ‘alaihissalam kepada saudaranya, Nabi Musa ‘alaihissalam.

Agar tidak melakukan tindakan yang merugikan saudaranya sesama muslim, membuat gembira musuh, dan tidak menyamakan saudara sesama muslim dengan orang-orang zalim.

Generasi salaf yang saleh, sangat menjaga sikapnya, agar tidak melakukan tindakan terhadap saudaranya sesama muslim dengan tindakan yang bisa membuat musuh senang.

Bahkan, menjaga perbuatan pribadinya, agar tidak membuat musuh senang.

Disebutkan bahwa Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu, pernah ditawan oleh pasukan Romawi dan dipenjarakan di dalam sebuah rumah.

Di dalam rumah ini disediakan air minum yang dicampur dengan khamar, dan juga ada daging babi panggang.

Tujuannya, agar menjadi minuman dan makanan tawanan tersebut.

Namun, Abdullah bin Hudzafah radhiyallahu ‘anhu tidak mau meminum dan memakannya hingga tiga hari.

Sampai akhirnya mereka mengeluarkannya dari tahanan, karena khawatir Abdullah bin Hudzafah ra, mati.

Lalu, Abdullah bin Hudzafah ra pun berkata:

“Demi Allah, Allah sudah menghalalkan untukku minuman dan makanan itu [karena dalam keadaan terpaksa], tetapi saya tidak ingin membuat musuh-musuh itu senang dengan perbuatan saya.”

Siapa yang mengaku pengikut generasi salaf hendaknya mengikuti sikap salah seorang dari generasi salaf ini.

Bahkan, Al-Qur’an juga mengajarkan, orang-orang beriman harus melakukan tindakan dan menunjukkan sikap yang bisa membuat musuh jengkel.

Mengapa demikian? Sebab, membuat musuh jengkel juga merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.

Ibnul Qayyim al-Jauziyah di dalam Madarijus Salikin, menyebut ibadah ini sebagai ‘ibadah menjengkelkan musuh’ (عبادة المراغمة).

Ibadah ini sangat dicintai Allah.

Baca juga:

Sebaliknya, orang yang membuat musuh senang, karena sikapnya yang membenci dan memusuhi saudaranya sesama muslim, itu sangat dibenci Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلا نَصَبٌ وَلا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَطَئُونَ مَوْطِئًا يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلا إِلا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللَّهَ لا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

“… Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,” (QS. At-Taubah: 120).

Menyenangkan musuh bisa berupa tindakan-tindakan yang melemahkan barisan dan semangat kaum muslimin dalam perjuangan melawan musuh-musuhnya.

Bisa juga dengan perkataan-perkataan serta tuduhan-tuduhan yang tidak benar tentang saudaranya sesama muslim.

Tindakan-tindakan ini, di samping berdosa, juga bisa membuat musuh senang.

Musuh merasa senang jika melihat kaum muslimin saling menuduh, saling mencela, saling mencari kelemahan dan kesalahan.

Musuh juga senang melihat kaum muslimin saling melemahkan dan saling bermusuhan.

Maka itu musuh sering kali menebar berbagai fitnah dan berita bohong (hoaks) di kalangan umat Islam, agar terjadi keributan.

Agar terjadi permusuhan antar-sesama muslim, kemudian musuh-musuh itu pun senang melihat kelemahan kaum muslimin yang tidak bersatu padu dalam menghadapi mereka.

Itu mengapa tiap muslim harus berhati-hati dalam bersikap, berucap, dan dalam menggunakan media sosial.

Jangan sampai sikapnya membuat musuh merasa senang, karena tindakan ini berdosa dan dibenci Allah.

Semoga Allah selalu menjaga sikap-sikap kita, sehingga tidak membuat musuh-musuh senang atas perbuatan-perbuatan kita.

Oleh: Aunur Rafiq Saleh Tamhid