Masjid Jogokariyan Bikin ‘Pak Becak’ Semangat Salat Jemaah dan Berinfak

Masjid Jogokariyan Becak

Ngelmu.co – Seorang tukang becak berbagi cerita tentang hal yang membuatnya menjadi semangat salat berjemaah di masjid, dan juga bagaimana niat berinfak tumbuh kuat dalam hatinya.

Itu semua berawal dari pengalaman manis yang ia dapat ketika mendatangi Masjid Jogokariyan yang berada di Mantrijeron, Yogyakarta.

“Ustaz, saya mau infak untuk masjid,” tutur pria yang kemudian akrab disapa ‘Pak Becak’, kala itu.

Ia bukan hanya menyampaikan niatnya untuk berinfak.

Namun, Pak Becak langsung menyerahkan enam lembar uang kertas berwarna biru, bergambar pahlawan I Gusti Ngurah Rai.

“Kok banyak, Pak?” tanya salah satu pihak masjid yang berada di hadapannya.

Sang ustaz paham betul, bahwa uang Rp300.000, bukanlah nominal yang sedikit; terlebih bagi seorang tukang becak.

“Ini uang BLT [bantuan langsung tunai] yang baru saya terima, ustaz,” jawab Pak Becak, yang otomatis membuat mata sang ustaz, berkaca-kaca.

“Sudah lama saya ingin menyumbang untuk masjid ini,” sambungnya.

Pak Becak mengaku, ia yang tiap hari harus mengayuh becak jauh dari rumah, begitu membutuhkan tempat singgah.

“Saya sangat memerlukan masjid untuk ganti baju, mandi, dan sebagainya,” ujarnya.

“Awalnya, saya pernah ke masjid lain untuk mandi, tapi kemudian saya dimarahi, ‘Masjid ini bukan tempat mandi!’,” sambung Pak Becak, bercerita.

“Lalu, saya datang ke masjid ini, karena dengar dari teman, Masjid Jogokariyan sangat ramah untuk siapa saja,” imbuhnya lagi.

Baca Juga:

Pak Becak pun membuktikan pernyataan temannya tersebut.

“Saya mandi pagi dan siang hari, tidak ada yang memarahi. Bahkan, saya dipersilakan, jika butuh sesuatu.”

“Saya jadi suka dengan masjid dan suka salat jemaah, ustaz,” lanjut Pak Becak.

“Sejak saat itu, kalau punya uang, saya sangat ingin berinfak untuk masjid ini, dan alhamdulillah, sekarang saya dapat BLT,” ucapnya lagi.

Ustaz yang mendengar pernyataan Pak Becak, pun tidak kuasa menahan air mata haru.

Sosok sederhana yang justru membuat DKM atau takmir masjid, dapat mengambil ibrah.

Bahwa, semestinya, masjid itu ada untuk melayani umat, sekaligus menjadi solusi.

Sebab, ketika umat merasakan pelayanan masjid, maka rasa memiliki pun tumbuh dalam diri mereka.

Dengan begitu, rasa ikhlas untuk berinfak juga mekar, karena masjid menjadi suatu tempat yang kemudian mereka cinta.

Ustaz Muhammad Jazir yang kala itu menjabat sebagai Ketua DKM Jogokariyan adalah saksi ketulusan hati Pak Becak.

Ia pun berbagi, tentang tahun 1999, di mana infak di Masjid Jogokariyan, hanya mencapai Rp8.640.000,

Namun, pada 2000-an, tepatnya setelah pelayanannya diperbaiki, jumlah infak yang diterima dalam setahun juga meningkat menjadi Rp43 juta.

Terus begitu, sampai jumlah infak yang diterima Masjid Jogokariyan, mencapai miliaran rupiah.

Tepatnya di bulan Ramadan, agar pihak masjid dapat mengadakan buka puasa gartis untuk jemaah.

“Kita semua juga bisa mengambil ibrah dari tukang becak yang sangat ingin berinfak.”

“Ia menunggu-nunggu kapan punya uang untuk berinfak, dan saat menerima BLT, ia menginfakkan semuanya,” kata Ustaz Jazir.

Bahkan, mungkin, Pak Becak telah melampaui kebajikan kita, karena rela menginfakkan uang yang sebenarnya sangat ia butuh.

Uang yang ketika mendapatkannya, membuat Pak Becak, merasa sangat bahagia.

Namun, perasaan itu tidak membuatnya mengurungkan niat untuk tetap berinfak.

Terima kasih, Pak Becak.

Sebab, meski kisah bapak, sudah lewat beberapa tahun lalu, tetapi insya Allah, akan tetap berhasil menjadi pengingat.

Bagi siapa saja yang ingin ikut semangat berinfak.

Tujuannya tidak lain adalah untuk bisa mencapai kebajikan yang sempurna; yang dengannya, insya Allah, kita mendapat cinta dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Insya Allah, dengan itu pula musibah tercegah, dan bahagia hadir dalam jiwa.

Semoga kita mendapatkan rida-Nya, dan dijadikan ahli surga.

Semoga, pelajaran–antara Pak Becak dengan Masjid Jogokariyan–yang sangat berharga ini, benar-benar dapat kita petik bersama.

Aamiin.