Opini  

Saksi Kebijaksanaan Raja Karangasem kepada para Pendatang

Raja Karangasem

Sejarah, Kebijaksanaan Raja Karangasem, keharmonisan antar-entitas kerap pada mulanya dari sebuah kontestasi/persaingan atau secara alamiah saat bersama menghadapi bencana.

Delegasi Ahli, Jomblo, dan Pendatang

Ketika Raja Karangasem, Bali memenangkan kontestasi kekuasaan atas kerajaan Selarapang, Lombok, diajaklah orang-orang ahli -Muslim, yang diantaranya adalah para Jomblo- pendatang dari Lombok untuk ditugaskan di Karangasem. Wilayah baru itu terutama di kampung Sindu-Buu-Tegal, termasuk di Kecicang dan di Ujung.

Pada mulanya hanya tiga orang jomblo yang ditempatkan di Kampung Sindu, Bueu, dan Pidade. Hingga kawin-mawin dengan warga lokal dan menjadi cikal-bakal komunitas Muslim Sindu Sidemen.

Diantara kearifan politik penguasa yang mewujud saat itu adalah instruksi raja agar Griya Sindu (Brahmana) menghadiahkan sebagian tanahnya kepada ‘kaum Muslim’. Tercatatlah kemudian, Griya Sindu, Buu, dan Tegal, yang kini semuanya adalah cakupan wilayah Sindu Sidemen. Masing-masing itu diberikan kepada satu orang pendatang asal Lombok.

Keharmonisan Hubungan Muslim – Puri – Griya

Di sinilah terbangun relasi resiprokal, timbal balik yang unik dan mewah. Kaum Muslim dan pendatang tersebut demikian terbangun penghormatannya, tidak hanya kepada Puri yang membawanya sebagai delegasi yang membentengi kerajaan dan mengizinkannya kawin mawin, namun juga penghormatan terhadap Griya yang memberikannya tanah dan Ngayah membantu/beraktivitas di Griya. Orang Griya yang semua kaya-sejahtera juga bersikap sama alias tidak diskriminatif dalam soal materi.

Baca Juga : Jangan Biarkan Bullying, Bangun Pendidikan Karakter

Inilah diantara buah kebijaksanaan Raja saat itu yakni harmoni hubungan Muslim – Griya yang sangat dekat. Kalau di Griya ada upacara, umat Islam diundang, dikasih mentah-nya untuk memasak sendiri agar memastikan kehalalan hidangannya sendiri.

Berawal Dari Sini, Lalu ke Tabanan dan Gianyar

Tiga jomblo yang diajak Raja itulah diantara sumber awal aliran sejarah berikutnya, hingga akhirnya berkembang menjadi 12 KK lalu berlanjut menjadi komunitas. Satu anak bernama Kumpi Winarse (Datuk Winarse) menjadi cikal bakal komunitas Sindu Sidemen. Ada Kumpi Kardi yang dikirim Raja ke Baturiti/ Bedugul, Tabanan. Anak yang lain dikirim ke Kampung Kramas, Gianyar. Sementara, ketika bencana alam meletusnya Gunung Agung terjadi 1963 komunitas Sindu Sidemen kian banyak yang mengungsi Tabanan dan Gianyar.

Tiga jomblo yang menjadi saksi sejarah harmonisasi hubungan antar entitas. Suasana yang layak dirindukan dan perlu dihidupkan.

*sekedar info “Sindu” adalah Nama panggilan akung saya, R. Sindhutrisno 🙂

 

Opini ditulis oleh Arya Sandhiyudha, Ph.D sebagai bagian dari serial kebangsaan seri ke 06