Allah, Satu-satunya Tempat Berharap

Berharap Kepada Allah

Ngelmu.co – Berharap kepada Allah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memang satu-satunya tempat berharap.

Bukan kepada manusia. Sekalipun mereka tampak cukup segala-gala, bukan berarti benar menjadikan mereka sebagai tempat berharap.

وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ

“dan hanya kepada Tuhanmu-lah, hendaknya kamu berharap,” demikian bunyi Qur’an surah Al-Insyirah ayat ke-8.

Begitu juga dengan kata-kata Ali bin Abi Thalib.

“Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia.”

Tidak sedikit manusia yang bimbang, lantaran merasa hidupnya begitu penuh luka dan air mata. Rasanya sulit untuk bahagia.

Namun, setelah muhasabah, berhasil menyadari, hati tak akan senantiasa bahagia, kalau pribadi masih bergantung kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebab, orang yang terjamin kebahagiaannya adalah ia yang sepenuhnya berserah kepada Allah.

Allah yang akan selalu menjamin bahagia untuknya. Allah juga yang akan senantiasa mendekatkannya dengan kebaikan.

Sang Maha Segala, tidak akan pernah mengecewakan hamba-hamba-Nya yang selalu menaruh harap, hanya kepada-Nya.

Umat muslim akan makin mengerti arti kebahagiaan, bila ia telah menautkan hatinya kepada Allah.

Kita juga akan selalu memeluk kedamaian hidup, jika tiap waktu mampu melekatkan segala kepada-Nya.

Berharap kepada Allah

Bila kita dekat dengan Allah–bukan hanya ketika sempit, tetapi juga saat lapang–maka apa pun yang terjadi, tak akan mencederai kedamaian.

Kita juga akan terhindar dari sakitnya kecewa, yang biasa mereka rasa; mereka yang terbiasa berharap kepada selain Allah.

Bagaimana kita bisa mendapat kebahagiaan secara utuh? Pandailah mencari Allah, bukan hanya saat susah.

Bagaimana kita bisa mendapat ketenangan dalam hidup? Ketahuilah cara mengikat hati, agar tidak pernah melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hati yang bahagia adalah hati yang selalu mengingat keberadaan Allah. Senantiasa menyadari bahwa Allah sangat dekat.

Hati yang selalu sadar, bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan kita. Di sanalah, bahagia bersemayam.

Kita juga harus senantiasa mengakui, bahwa bukan apa-apa, tanpa Allah Subhanahu wa Ta’ala.

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَٰئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Demikian bunyi Qur’an surah Al-Baqarah ayat ke-218.

Berharap kepada Allah? Bagaimana jika kita punya harapan?

Islam mengajarkan siapa pun yang memiliki harapan untuk melakukan beberapa hal.

Ikhtiar

Pertama adalah berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup. Baik materiel, spiritual, kesehatan, pun masa depan, agar selamat sejahtera, dunia dan akhirat.

Ikhtiar harus berjalan sungguh-sungguh. Sepenuh hati. Semaksimal mungkin. Sesuai dengan kemampuan serta keterampilan kita.

Kalaupun di tengah perjalanan usaha kita gagal, jangan berputus asa.

Kita bisa introspeksi, mencoba dengan lebih keras lagi, atau menerapkan cara lain, selama tidak melanggar syariat.

Sebab, mereka yang berhasil dan sukses di jalan Allah adalah mereka yang tidak berputus asa.

Mereka tak gentar, terus berusaha dengan niat yang ikhlas, yakni menggapai ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Doa

Bukan hanya ikhtiar. Kita juga harus berdoa. Sebab, sekeras apa pun upaya, jika tidak berdoa, dari mana keberhasilan datang?

Bukankah segala adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Doa adalah permohonan dari seorang hamba kepada Allah. Doa adalah inti ibadah, begitu mendalam.

Bahasa Arab mengartikan doa sebagai permintaan atau permohonan. Harapan, permintaan, pujian kepada Allah.

Di tengah pandemi Covid-19–yang belum juga usai hingga hari ini–doa menjadi senjata ampuh.

Doa juga merupakan sarana bagi manusia, untuk menyatakan hajat serta keperluannya, kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah juga menyukai hamba-hamba-Nya yang mau berdoa dengan sungguh-sungguh. Memohon kepada-Nya, dengan kerendahan hati.

Orang yang beriman juga selalu berprasangka baik kepada Allah. Itu mengapa ia terus berdoa.

Sekalipun setelah menjalankan semua ikhtiar, masih sulit rasanya keluar dari masalah, orang beriman tidak akan beprasangka buruk kepada Allah.

Tidak sedikit dari mereka berhasil sembuh dari sakit parah, bahkan ketika dokter telah memvonis, “Tidak lama lagi.”

Baca Juga:

Kita juga bisa belajar dari kisah Nabi Musa ‘alaihis-salam.

Di saat–dikejar pasukan Firaun–ia dan kaumnya menghadapi jalan buntu, di depan laut merah.

Satu-satunya yang Nabi Musa lakukan adalah berdoa dan berharap kepada Allah.

Jawabannya? Allah membantu Nabi Musa dengan membelah laut merah itu, sehingga ia dan pasukannya dapat menyeberang, dan selamat.

Kisah ini juga sekaligus menjadi bukti, betapa Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya, sekalipun bagi kita situasinya sudah mustahil.

Kita juga dapat mengambil pelajaran lain dari kisah istri Nabi Ibrahim ‘alaihis-salam, yakni Siti Hajar.

Ia harus berlari-lari dari Shafa ke Marwah. Berputar balik, berulang-ulang, mencari air untuk sang buah hati, Ismail ‘alaihis-salam.

Di saat semua usahanya tampak sia-sia, Allah mengabulkan doa Siti Hajar.

Allah, menganugerahkan air zamzam yang berlimpah, melalui hentakan kecil kaki Ismail.

Inti dari tulisan Ngelmu kali ini adalah mengingatkan–utamanya bagi kami pribadi–bahwa pada hakikatnya, segala sesuatu di dunia adalah bentuk kuasa Allah.

Maka kita, di dunia ini, hanyalah seorang yang lemah, hina, dan tak punya apa-apa.

Itu sebabnya, jangan pernah melupa, bahwa kita senantiasa membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Terutama jika kita ingin hidup damai dan bahagia, berharaplah hanya kepada Allah. Kapan pun, di mana pun berada.