Bersiap Kehilangan Para Guru dan Rekan Terbaik Kita

 

“Jika dulu kita sering dengar kabar baik tentang ikhwah kita seperti baru menikah, lahiran anak, sukses jadi Aleg, lancar usahanya. Maka kini kita harus sudah terbiasa mendengar kata sedih seperti kabarnya sakit si fulan/ah, bangkrutnya usaha ikhwah ini, dan agak sering kabar duka tentang wafatnya ustadz dan para ikhwah kita”

Di suatu malam sendu, saya tercenung. Iya juga ya dalam hati.. jika dulu ustadz/ah masih pada muda. Kini wajah mereka menua, jalannya sudah pelan – pelan, dan sering kabar sakit berseliweran di grup – grup koordinasi.

Jika dulu kita ingat wajah sumringah.. berbarengan dengan anak – anak kecil lari berhamburan.. kini kita lihat, uban sudah memutih.. tongkat atau kursi roda sudah mulai digunakan.. bicaranya sudah pelan.. dan sambil mengingat – ingat tempo dulu yang terasa cepat, tak sadar kini ustadz/dzah kita menua.

Saya berpikir, kita sudah berada di fase kedewasaan. Jika mengikuti pola grafik trend life of cycle. Generasi dakwah ini di Indonesia pada tahapan mature. Umur dakwahnya sudah mulai establish, akar – akar ideologisnya sudah mengakulturasi pada budaya bangsa itu sendiri. Coba kita lihat trend busana hijab, tren pelatihan dan seminar dakwah, sampai demonstrasi Palestina sudah bukan milik jamaah ini lagi, namun sudah menjadi bagian milik bangsa besar ini.

Dulu kita mudah mengenali mana akhwat mana muslimah umum. Sekarang, para wanitanya sudah jamak menggunakan gamis tertutup dan hijab lebar, sampai kadang salah tebak bertanya “Mbak, Liqo dimana?” Mbak itu pun tersenyum “Liqo, apa itu? Saya ngaji di mana2.. seringnya sih di youtube, hehe.. kebetulan ikut ODOJ, trus temen satu grup jual hijab bagus bgni ya ada rezeki beli, alhamdulillah”

Jika dulu sekolah – sekolah IT (islam terpadu) di dominasi anak – anak temen pengajian, sekarang sudah masyarakat umum mulai dari pengusaha, karyawan asing, sampai anak Tentara, hehe.. beneran.. kalau ditanya kenapa sekolahin anaknya di Sekolah Islam Terpadu? Katanya mereka seneng lihat anak – anak muridnya punya sikap yang baik, bisa rajin ibadah, dan terpenting bisa dipercaya untuk titip anak, hehe.. well, beragam motivasinya, tetapi memiliki harapan yang sama, ingin anaknya jadi orang terbaik.

Saya memahami, beginilah dakwah jika sudah mengalkulturasi. Sensitivitas partisan memudar seiring berjalannya waktu, bahwa dakwah ini cocok dengan karakteristik bangsa ini, dan diterima sebagai bagian dari nilai – nilai masyarakat.

Maka tuntaslah tugas para asabiqunal awwalun kita, para masayaikh yang memulai dakwah ini dalam fase awal – awalnya yang kritis. Dicurigai, di inteli, dan nyaris di labeli terlarang. Dakwah ini dan dakwah islam yang lebih luas alhamdulillah berada pada titik kebebasannya yang optimum. Dengan perjuangan di legislatif juga di eksekutif, kini tak ada orang atau pihak manapun untuk melarang orang berdakwah dan menyampaikan ajaran islam. Bahkan, ajaran islam kini menggeliat di kantor – kantor hingga di kedinasan, bahkan terakhir aturan seragam hijab TNI dan Polri di sosialisasikan untuk mengakomodir para muslimah yang bekerja di institusi tersebut, sebuah issue yang sulit dibayangkan implementasinya puluhan tahun lalu.

Kini, saya menatapi satu persatu foto para pejuang dakwah ini, di antara foto – foto para kader yang juga sudah wafat satu per satu. Kita tidak mengenal mereka mungkin lebih detail, namun kita bisa rasakan karyanya bagi umat ini. Mungkin inilah amal jariyah yang tak terputus hingga alam kubur, yakni ilmu yang bermanfaat. Para asatidz kita yang mendahului kita ini, usianya memang pendek, namun insya Allah karyanya bagi eksistensi dakwah akan melampaui usia biologis mereka. Benarlah janji Allah bahwa masing – masing umat memiliki Rijal – nya.. pemimpinnya.. dan benarlah janji Allah, bahwa kesudahan bagi orang – orang yang istiqomah menyerukan kebaikan siang dan malam.. akan Allah akhirkan dengan akhir yang baik.. Husnul Khatimah..

  • Mengutip ucapan Ustadz Tifatul Sembiring.. “Selamat Jalan guru kami. Sesungguhnya kita tidak berpisah, kita hanya sedang mempersiapkan sebuah pertemuan yang kekal”

Bersiap tentang Kabar duka selanjutnya, namun bersiap juga tentang kabar gembira serta kemenangan pada akhirnya.. aamiin

وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا ۙ قَالُوا هَٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ ۖ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا ۖ وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ ۖ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.” Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya.

-Surat Al-Baqarah, Ayat 25

Bekasi, 15 Januari 2018

Muhammad Ilham