Memuhasabahi Sumpah Pemuda Kita

 

Memuhasabahi sumpah pemuda kita, apakah masih hanya untuk Indonesia mereka rela darah tertumpah? Mengapa ada beberapa remaja yang tewas bersimbah darah demi mendukung klub sepakbola lokal?

Mengapa kini anak bangsa mudah saling melukai untuk urusan sepele? Bahkan demi gengsi almamater mereka menyabet parang, memutar gesper berkapala gir motor.

Masihkah bertumpah darah satu, tumpah darah Indonesia?

Memuhasabahi sumpah pemuda kita, masihkah bangga dengan bangsa Indonesia? Sementara layar kaca dibanjiri budaya asing. Anak remaja laki-laki menggandrungi kartun dan band wanita Jepang, anak remaja perempuan menggilai musik dan penyanyi pria Korea, ibu-ibu menganga menatap tayangan sinetron India, dan anak-anak anteng menonton kartun Malysia.

Sementara para bapak bersaing keras berebut kerja dengan tenaga asing yang membanjiri Indonesia. Dan kekayaan alam bangsa ini dihisap benalu asing yang menjadi majikan londo ireng pribumi.

Masih kah berbangsa satu bangsa Indonesia?

Memuhasabahi sumpah pemuda kita, apakah masih satu bahasa yaitu Indonesia di lisan anak bangsa? Konnichiwa, Annyeong Haseyo, atau which is literally berbaur dalam percakapan keseharian mereka. Sementara anak-anak calon remaja juga fasih mengucap “tak nak” dengan logat Ipin Upin.

Bagaimana dengan perbendaharaan bahasa yang mereka miliki? Bahkan makna “sontoloyo” pun baru dipahami banyak orang setelah dipopulerkan tokoh politik.

Masihkah berbahasa satu, bahasa Indonesia?

Memuhasabahi sumpah pemuda, maka jangan lah mau berkelahi antar pendukung capres walau diadu domba oleh sang idola. Tumpah darah kita untuk Indonesia, bukan capres.

Dan bangsa ini lebih butuh kesatuan rakyatnya dan terkuasainya kekayaan alam oleh penduduk sendiri, alih-alih eufimisme istilah “ibu bangsa”.

Dan kita butuh pemimpin yang cakap berbahasa yang tampak saat berbicara di depan khalayak. Agar rakyat tak malu bahkan mengolok-olok kosa kata yang dipakai pemimpinnya sendiri.

Zico Alviandri