Opini  

3 Tahun Jokowi-JK: Revolusi Mental Terancam Gagal

Surat Terbuka untuk Jokowi, disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro.

Bapak Presiden yang terhormat,

Hari ini tanggal 20 Oktober tepat tiga tahun Bapak memimpin Pemerintahan ini. Namun penegakan hukum dan pemberantasan korupsi seakan berjalan ditempat yang dibuktikan dengan maraknya kejahatan korupsi dengan berbagai modus yang melibatkan pejabat dari level desa hingga ke level birokrasi kementrian. Fakta ini membuktikan bahwa program Revolusi Mental selama ini tidak dijalankan di kalangan birokrasi pemerintahan. Maraknya perilaku pejabat korup tentu akan menghambat pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Bapak Presiden yang terhormat,

Meskipun ada Komisi Pemberantasan Korupsi dan aparat penegak hukum lainnya, perilaku pejabat korup terus berkembangbiak memproduksi koruptor-koruptor baru dengan berbagai modus. Salah satunya adalah dugaan Praktek Korupsi dengan motif JUAL BELI JABATAN yang terjadi di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM. Dugaan praktek Jual Beli Jabatan ini di mulai dari penerimaan CPNS hingga yang paling marak adalah Mutasi Jabatan. Kejahatan korupsi ini berlangsung secara sistematis, terstruktur dan berlangsung cukup lama dengan melibatkan oknum-oknum di lingkungan Dirjen Lapas.

Bapak Presiden yang terhormat,

Modus operasinya sangat rapi dan sistematis sehingga bagi masyarakat awam tidak akan memahami jika pola yang dijalankan oknum-oknum di Dirjen Lapas merupakan bagian dari jaringan kejahatan. Jika kita mengikuti standar operasional procedur terkait Mutasi jabatan di seluruh Indonesia dilakukan secara terbuka yang dapat dilihat di web resmi Dirjen Pemasyarakatan. Hasil seleksi secara resmi di umumkan secara terbuka. Pelaksanaan Mutasi Jabatan dalam prinsip dasarnya dilakukan secara berkala dalam rangka regenerasi dan rotasi jabatan untuk mewujudkan tata kelola yang sehat.

Namun, sistem yang sudah baku ini mengalami kebocoran. Titik kebocoran pertama terjadi ketika sebelum di umumkan hasil seleksi secara terbuka, oknum di bagian kepegawaian Dirjen Lapas membocorkan draft yang lolos seleksi penerimaan mutasi jabatan kepada orang-orang yang terkait dengan jabatan tersebut. Berdasarkan temuan kami dilapangan bahwa penilaian hasil seleksi didasarkan pada rankingisasi, artinya untuk mengisi satu posisi jabatan terdapat 5 – 7 orang kompetitor yang sudah lolos seleksi.

Modus ini kemudian dijadikan alat untuk menjaring calon-calon korban. Pola lain yang juga pernah dilakukan adalah ada permohonan langsung dari calon pejabat kepada oknum pejabat di Dirjen Lapas, penilaian semacam ini jelas sarat KKN.

Bapak Presiden yang terhormat,

Berdasarkan temuan investigasi yang kami lakukan, tarif jual beli jabatan sangat bervariatif. Meskipun tidak ada tarif resmi, namun kondisi/status Lapas sangat menentukan besaran tarif. Skema pembayaran dilakukan secara bertahap dalam bentuk cash money kepada oknum pejabat tersebut.

Hasil kejahatan korupsi dengan modus Jual Beli Jabatan dikumpulkan dalam dua rekening bank berbeda atasnama oknum di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Indikasi berikutnya adalah bagaimana mungkin oknum pejabat yang memiliki rekening tersebut dengan golongan III hidup glamour dengan kalkulasi pendapatan mencapai Rp. 70 juta lebih per bulan melebihi golongannya. *Darimana oknum pejabat tersebut dapat mengumpulkan dana begitu besar, patut dicurigai bahwa sumber pendapatannya bersifat ilegal dan tentu DIA TIDAK BEKERJA SENDIRIAN. *Bekerja untuk siapakah oknum pejabat tersebut?*

Bapak Presiden yang terhormat, Selama 2 dekade terakhir, LAPAS selalu menghadapi kompleksitas persoalan yang pelik. Mulai dari rendahnya integritas petugas, maraknya penyelundupan dan peredaran narkoba, rentan terjadinya perdagangan manusia, mudahnya peredaran alat komunikasi, mudahnya pemberian ijin keluar masuk napi koruptor dan LAPAS menjadi tempat aman, nyaman bagi Napi Koruptor dalam mengatur proyek-proyek APBN. Bahkan BNN menemukan 72 jaringan Narkoba Internasional yang bergerak di Indonesia dan memanfaatkan para Napi terdapat di 39 LP dan 50 persen peredaran narkoba di seluruh Indonesia berasal dari dalam LP. Ini membuktikan bahwa Lapas seakan menjadi zona nyaman bagi pelaku kejahatan dalam mengendalikan semua kejahatan yang dilakukan di luar LAPAS.

Bapak Presiden yang terhormat,

Kompleksitas persoalan LAPAS sangat berkorelasi dengan rendahnya integritas petugas. Rendahnya integritas tentu merupakan produk dari proses rekrutmen yang TIDAK SEHAT yang cenderung KKN khususnya pada Mutasi Jabatan. Tidak ada makan siang gratis. Jika naiknya jabatan seseorang dilakukan dengan cara KKN maka dapat dipastikan ketika menjabat akan cenderung korup. Maka apa yang terjadi di LAPAS selama ini memberikan kesan bahwa kompleksitas persoalan dan seakan sulit untuk dihilangkan karena sengaja dipelihara dan ada kerjasama antara Napi dengan petugas LAPAS.

Potret diatas adalah sepenggal gambaran tentang bagaimana penyalahgunaan jabatan terjadi dalam rangka memperkaya diri dan kelompok dengan jalan korupsi jual beli jabatan. Jika praktek ini terus berlangsung sampai mengakar di level rendahan maka akan menjadi bom waktu yang akan meledakan kredibilitas institusi Kementrian Hukum dan HAM.

Bapak Presiden yang terhormat,

Tanpa penegakan hukum yang tegas maka Hukum sebagai Panglima hanya sekedar slogan kosong tak bermakna. Maka untuk memutus rantai kejahatan yang terjadi di dalam LAPAS salah satunya adalah melakukan screening pejabat secara transparan dan terbuka yang dilakukan secara reguler agar supaya memiliki integritas yang tinggi. Upaya ini adalah untuk meminimalisir terjadinya praktek-praktek jual beli jabatan yang memiliki korelasi dengan terjadinya kebocoran di dalam LAPAS. Maka Presiden harus segera turun tangan dan berdiri di garda terdepan menegakkan Revolusi Mental untuk membersihkan birokrat-birokrat korup agar roda pelayanan dan penegakan hukum bisa berjalan sehat.